DPRD Kutai Kartanegara
Warta DPRD: Komisi IV Suarakan Aspirasi Guru Honor ke Dirjen PMPTK

Komisi IV Suarakan Aspirasi Guru Honor ke Dirjen PMPTK


Komisi IV saat melakukan konsultasi tentang guru honor di Direktorat PMPTK (Foto: dian)
NASIB dan status para guru di daerah ini yang sebagian masih memprihatinkan menjadi perhatian serius anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).

Menampung dan menyikapi aspirasi para guru honor di daerah ini yang beberapa kali melakukan aksi demonstrasi di Gedung Dewan, Komisi IV bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pendidikan DPRD Kukar, belum lama ini, menindaklanjutinya dengan melakukan konsultasi ke Direktorat Jenderal (Dirjen) Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK), Dinas Pendidikan Nasional (Depdiknas), di Jakarta.

Kedatangan anggota DPRD Kukar Komisi IV yang dipimpin ketuanya Ali Hamdi ZA, itu diterima langsung Kepala Dirjen PMPTK Depdiknas, Siswoyo, dan beberapa orang stafnya, Nila Noor dan Sukmo Aji Pamungkas.

Dalam pertemuan konsultasi tersebut, beberapa persoalan menyangkut status dan nasib guru menjadi perbincangan serius. Diantara permbicaraan mengenai perjuangan guru honor, aksi demonstrasi, hearing, mogok mengajar para guru, menjadi tema yang tak luput disampaikan Komisi IV kepada Dirjen PMPTK.

Permasalah pengangkatan guru honor di negeri ini telah menjadi persoalan tersendiri bagi pemerintah, baik di pusat maupun di daerah. Tidak saja banyaknya guru honor yang kesejahteranya masih memperihatinkan dengan gaji dibawah standar. Tapi juga mengenai lambannya pemerintah menyikapi penyelesaian pengangkatan guru honor menjadi pegawai negeri sipil menunjukan masih buramnya potret keberadaan guru honor.

Diantara lambannya pengangkatan guru honor tidak saja karena jumlahnya yang terlalu banyak, melainkan disebabkan peraturan yang dikeluarkan Pemerintah Pusat setiap tahun selalu berganti.

Selama Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono saja sudah dua kali terbit Peraturan Pemerintah (PP) khusus untuk pengangkatan tenaga honorer. Pertama, PP No 43 Tahun 2007, yang kemudian direvisi dengan terbitnya PP No 48 Tahun 2008.

Dalam pelaksanaannya dilapangan, PP tersebut ternyata masih jauh dari harapan banyak guru honor. Sehingga melahirkan ke kecewaan para guru bantu dan guru swasta. Kekecewaan itu pula yang kerapkali mendorong ribuan guru honor se-Indonesia mendatangi gedung MPR/DPR di Jakarta, menyikapi dan memprotes kebijakan pemerintah yang masih belum memeprhatikan kesejahteraan guru honor.



Berharap pemerintah lebih serius memperhatikan nasib dan status guru honor (Foto: dian)
Pada kesempatan konsultasi tersebut, Ali Hamdi mengatakan, bahwa diantara hambatan menengenai pelaksanaan peraturan yang ada dikarenakan, tidak adanya sinkronisasi antara instansi dipemerintahan. “Instansi yang satu dengan instansi lainya tidak sinkron, baik dalam menjalankan kebijakan maupun mengelola data. Akibatnya, semuanya jadi repot,” ujar anggota dewan dari Fraksi Amanat Keadilan Rakyat (AKR) ini.

Itu sebabnya, Ali mengharapkan, agar koordinasi dan sinkronisasi pengelolaan data, baik itu di Badan Kepegawaian Nasional (BKN), Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Dinas Pendidikan (Disdik), menyangkut jumlah dan pengakutan guru honor dilakukan secara efektif. (gun/dian)