DPRD Kutai Kartanegara
Warta DPRD: Pertemuan Warga Desa Mulawarman dengan Perusahaan Belum Berakhir

Pertemuan Warga Desa Mulawarman dengan Perusahaan Belum Berakhir


Syahrani memimpin RDP antara warga Desa Mulawarman dengan PT Santan Bara (Foto: Yeni)
KOMISI II DPRD Kukar kembali menggelar rapat dengar pendapat dengan dinas Pertanahan, Dinas Perkebunan, Dinas Pertanian membahas masalah tumpang tindah lahan pola transmigrasi PT Bhineka Wana antara masyarakat Desa Mulawarman dengan PT Santan Bara.

Pertemuan digelar di ruang Banmus DPRD, dipimpin Syahrani di damping Zainuddin Syam, Baharudin Demu, Puji Hartadi, Arief Afrizal. Tampak hadir beberpa perwakilan dari warga Desa Mulawarman dan HMI, perwailan dari PT Santan Bara. Rabu (6/7).

Seperti pertemuan sebelumnya Warga Desa Mulawarman, Sofiansyah menuntut adanya kejelasan ganti rugi dari PT Bhineka Wana terhadap pohon karet yang digusur. Permaslahan ini terus berlarut-larut karena adanya perpindahan kepemilikan lokasi yang dimaksud warga. "Kami meminta perusahaan bisa memenuhi apa yang menjadi hak kami," katanya.



Perwakilan warga Sofiansyah menyampaikan permintaan warga (Foto: Yeni)
Dikatakan bahwa sudah masyarakat sudah mengelola lahan tersebut selama puluhan tahun dengan mengantongi ijin dari kementrian kehutanan. Namun dengan datangnya PT Santan Bara, kami langsung digusur tanpa diberi ganti rugi ataupun kompensasi.

"Kami meminta ganti rugi 50 juta per hektar, sehingga bisa kembali membeli lahan dan kembali menanam karet, karena hanya ini mata pencaharian kami," ungkap Sugiato, salah seorang perwakilan warga.



Kuasa Hukum PT Santan Bara memberikan penjelasan (Foto: Yeni)
Sementara itu, menurut kuasa hukum PT Santa Bara Saham, SH menyatakan bahwa perusahaan sudah melakukan ganti rugi kepada pihak ketiga yaitu PT Bhineka wana. Perusahaan juga telah memberi tali asih pada warga sekitar. "Secara fakta dan hukum kami telah melakukan sesuai dengan atuarn yang berlaku," katanya.

Dikatakan, memang sebelumnya warga juga telah melakukan tuntutan pada perusahaan namun bukan masalah lahan melainkan ganti rugi buruh penyadap.
Adanya perbedaan persepsi ini juga menjadikan masalah ini tak bisa diselesaikan. Ketidakhadiran PT Bhineka Wana guna memperjelas permasalahan ini juga menjadi kendala.

Namun demikian anggota dewan tetap berharap masalah ini bisa diselesaikan. Zainudin Arhap mengharapkan agar apapun bentuknya yang telah ditanam masyarakat dapat dihargai, jangan dihilangkan atau tidak dianggap. "Bukan berarti kita membela salah atu pihak, namun perusahaan tetap kita ayomi dan masyarakat kita bina, sehingga tidak menimbulkan permasalahan yang saling merugikan," katanya. (pwt)