DPRD Kutai Kartanegara
Warta DPRD: Sengketa Lahan Warga Kutai Kedang Lempong dengan areal Transmigrasi

Sengketa Lahan Warga Kutai Kedang Lempong dengan areal Transmigrasi


Ketua DPRD Salehudin memimpin RDP dengan warga Kutai Kedang Lampong (Foto: Murdian)
Ketua DPRD Kukar Salehudin memimpin Rapat dengar pendapat (RDP) penanganan Penyelesaian Sengketa Lahan yang di klaim warga Kutai Kadang Lempong terhadap lahan penempatan Transmigrasi Maluhu Kecamatan Tenggarong, beberapa waktu lalu.

RDP ini dihadiri juga oleh Assisten I Pemerintahan Umum dan Hukum Setkab Kukar H. Chairil Anwar, S.H., M.Hum , SKPD Terkait, Lurah Desa Maluhu dan Tokoh Masyarakat kedua belah pihak, rapat berlangsung dengan tertib di ruang sidang utama DPRD Kukar.

Warga Kutai Kedang Lempong mengkalim lahannya dengan dasar tanah adat dan tanah ulayat adalah lahan penempatan warga transmigrasi Maluhu seluas 314,7 Ha, terdiri atas tanah yang bersertifikat pemberian hak transmigrasi maupun lahan yang bersertifikat prona kurun waktu tahun 1984/1985 dan prona 1988/1989.



Perwakilan warga serta instansi terkait hadir dalam pertemuan (Foto: Murdian)
Lahan yang diklaim merupakan tanah yang digarap secara aktif dan terus menerus oleh warga transmigrasi sejak tahun 1974 sampai dengan saat ini. Akibatnya berkenaan klaim warga Kutai Kedang Lampong maka sampai saat ini warga transmigrasi dihalang-halangi menggarap sawah dan ladangnya, bahkan sebagian ada yang dirusak atau ditebang sampai tuntutan warga Kutai Kedang Lampong dipenuhi.

Berdasarkan rapat fasilitasi penyelesaian sengketa lahan juga terungkap bahwa penempatan 25 KK berasal dari Magelang dan 100 KK berasal dari Bojonegoro, Madiun dan Malang yang penempatannya tidak dengan SK Gubernur dan terpisah dari penempatan transmigrasi Maluhu sebanyak 200 KK serta diduga lokasi penempatan transmigrasi dimaksud tidak dilakukan proses pembebasan lahan.



Sengketa Lahan Warga Kutai Kedang Lempong dengan areal Transmigrasi berjalan alot (Foto: Murdian)
Selain itu upaya penyelesaian yang dilakukan Pemkab Kukar untuk menghadiri klaim warga ini adalah melalui program transmigrasi lokal maupun warga ini tetap menuntut atau mengklaim.

Menyikapi hal ini Pemkab menyarankan upaya untuk mengkalim lahan yang telah dikuasai dengan alas hak sertifikat kemungkinan sangat kecil dan memakan waktu yang panjang, untuk itu upaya penyelesaian klaim lahan ini adalah melalui program transmigrasi lokal yang ditawarkan Pemkab. "Namun apabila warga masih tetap bersikukuh terhadap pendiriannya maka penyelesaiannya melalui upaya hukum," ungkap Chairil Anwar.
(Pwt)