Komisi I Bahas Sengketa Lahan di Tenggarong
 Komisi I Bahas Sengketa Lahan di Tenggarong (Foto: Yeni) |
|
|
|
MEMBAHAS mengenai sengketa lahan di Kelurahan Timbau Tenggarong, anggota Komisi I menggelar rapat dengar pendapat dengan beberapa instansi terkait seperti Bagian Pemerintahan, Badan Pertanahan Nasional, Pengadilan Negeri, Kepolisian, Danramil, Pemerintah Kecamatan Tenggarong dan Kelurahan Timbau, diruang rapat Komisi I DPRD, Senin (26/8).
Pertemuan dipimpin oleh Jumarin Thripada, yang mengungkapkan bahwa anggota komisi menerima surat terkait sengketa lahan di Kelurahan Timbau. "Kita akan dengar permasalahannya sehingga kita punya solusi, hari ini kita tidak mengundang para penggungat karena ingin mencari kesepahaman agar permasalahan ini bisa diselesaikan," kata Jumarin.
Masalah ini bermula dari pematokan tanah yang belum ada bangunannya oleh salah seorang warga karena adanya surat dari Mahkamah Agung (MA) yang menguatkan kepemilikan lahan sehingga langsung melakukan eksekusi secara sepihak dan memasang patok tanah berdasarkan putusan MA yang sebanyak 3000 M2.
 Pertemuan dipimpin oleh Jumarin Thripada dengan mengundang instansi terkait (Foto: Yeni) | |
|
|
Arpan dari Kasi Pemerintahan Kec. Tenggarong mengungkapkan bahwa masalah ini sudah ada sejak tahun 1982 sekitar 30 tahun yang lalu. "Pada tanggal 3 Agustus 2015 mereka datang ke kecamatan dan Pak Camat mengundang masyarakat dan pada kesempatan itu Pak Camat meminta agar mereka melepas patok tanah yang ada di tanah warga. Kami berkesimpulan bahwa masalah ini ada di Pengadilan karena banyaknya dokumen dari pengadilan yang dimiliki," papar Arpan.
Dari BPN Kukar Satiman juga mengungkapkan bahwa terkait putusan terakhir dari mahkamah, Setelah ditetapkan obyek tanah yang disengketakan maka obyek yang disengketakan sangat jelas sesuai putusan MA yang saat ini belum ada tindaklanjut terhadap obyek yang disengketakan.
Anggota Komisi I DPRD Kukar H. A. Zulfiansyah mengungkapkan bahwa sengketa lahan ini meresahkan masyarakat. Apalagi adanya penafsirkan putusan MA tersebut. "Menurut saya ini tidak perlu diperpanjang karena yang diklaim ada sekitar 600 hektar, ini mengada-ada. Kita aneh kalau ada warga yang mengaku-aku bahwa memiliki lahan seluas itu. Oleh karena itu, kita fokus saja terkait masalah ini ke sebidang tanah yang disengketan," kata Zulfiansyah.
Hal senada diungkapkan Siswo Cahyono yang mengungkapkan sudah mendengar masukan dari berbagai pihak, artinya masalah ini luar biasa. Putusan ini 30 tahun lalu sudah ada. Tapi masalah ini sudah dilakukan oleh masyarakat dengan laporan yang ada karena pematokan secara sepihak. "Kami meminta pihak keamanan dan pemerintahan untuk melakukan penertiban patok-patok dilapangan dan menjaga kondusifitas warga. Pengadilan juga perlu melakukan sosialisasi masalah ini," katanya.
Supriadi juga mengharapkan agar masalah ini diselesaikan secepatnya agar tidak berlarut-larut karena masalah tanah sangat sensitif. "Ini harus ada sikap tegas secara bersama-sama oleh pemerintah. Jadi kita segera tuntaskan masalahnya sehingga ada sikap dan tindakan dari Pemerintah. Sehingga pihak polsek, danramil, dan pemerintah kecamatan bisa menyelesaikan masalah ini. Tadi dari polsek juga sudah menegaskan agar masalah ini tidak berlarut-larut, sehingga masyarakat kita bisa tenang," katanya.
(
Pwt)