DPRD Kutai Kartanegara
Warta DPRD: Ayo Cablos Nomor…...

Ayo Cablos Nomor…...


Rabu, 1 Juni 2005, rakyat Kutai Kartanegara terutama yang berhak memilih (356 ribu jiwa) berduyun-duyun mendatangi TPS (Tempat Pemungutan Suara) guna memilih secara langsung Kepala Daerah (Bupati/wakil). Lantas apa yang menggiring para pemilih itu untuk menjatuhkan pilihannya? Tentu saja figur yang menjadi pertimbangan. Figur yang mendapat tempat.

Mendagri Muhammad Ma’ruf selalu menekankan bahwa ada lima pertimbangan penting penyenggaraan Pilkada bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Pertama, Pilkada merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD dan bahkan kepala desa selam ini telah dilakukan secara langsung. Kedua, Pilkada merupakan amanat konstitusi sebagaimana tercantuk dalam UUD 1945 Pasal 18 Ayat 4 yang menyatakan bahwa gubernur, bupati dan walikota, masing-amsing sebagai kepala pemerintahan daerah propinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis. Ketiga, Pilkada merupakan sarana pembelajaran demokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai hati nurainya. Keempat memperkuat otonomi daerah dan kelima Pilkada merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional.
“Saya yakin Pilkada di Kutai Kartanegraa akan berhasil sukses. Pilkada akan menghasilkan pemimpin atau kepala daerah yang berkualitas.,” optimis M Ma’ruf ketika meninjau langsung persipan penyelenggaran Pilkada di Kukar beberapa waktu lalu.

Figur mumpuni, figur yang sepak terjangnya memiliki jam terbang membangun bagi kesejahteraan rakyat, figur yang welas asih, figur yang pandai mengayomi, sudah bisa dipastikan mendapat perhatian sangat serius dari rakyat. Dari perhatian itu membuahkan ketetapan hati untuk memastikan memilih figur yang sudah tertanam di hati.
Siapa pemilik figur serba lengkap tersebut? jawaban pertanyaan ini sudah pasti ada di dalam hati nurani para pemilih dalam hal ini rakyat Kukar dari berbagai lapisan. Karena itu mari buktikan pada 1 Juni dan setelahnya, figur yang sudah tertanam di hati rakyat itulah yang mendapatkan suara terbanyak. Untuk saat ini (sebelum 1Juni), figur menjadi pembicaraan di mana-mana dalam wilayah Kukar. Rakyat saling berdebat tentang figur tersebut. Bahkan di sana sini ramai debat kusir, di warung-warung kopi, di kedai, di pasar, di terminal, di stan ojek, di dermaga, di kebun, di sawah, di ladang, di pantai, di gunung-gunung, semuanya tak lain membahas soal figur calon bupati dan wakilnya. Figur yang dibicarakan dan dibahas menjadi penentu terpilih atau tidaknya, disukai rakyat atau tidak, dimasukkan ke dalam pikiran atau tidak. Semuanya menjadi menarik dibicarakan dalam menjelang Pilkada.

Lebih-lebih rakyat kelas bawah yang tinggal jauh di pelosok-pelosok, sudah dapat dipastikan dalam memilih calon bupati/wakil akan tergiring oleh keharuman figur sang calon. “Saya akan memilih orang yang saya kenal. Figur yang sudah diketahui masyarakat banyak. Saya sudah kenal dengan si A, si B dan seterusnya. Jadi tak mungkin saya menjatuhkan pilihan kepada yang saya tidak kenal,” demikian suara rakyat yang tinggal di pelosok. Suara ini ditangkap senada dari satu desa ke desa lain. Dari RT ke RT lain semuanya mempertimbangkan figur sang calon.
Apa itu figur? Dalam kamus Bahasa Indonesia terbaru dijelaskan, arti figur adalah bentuk, wujud bisa juga berarti tokoh. Bila bentuknya tidak jelas, bila wujudnya ngambang alias terapung-apung, bila ketokohannya tidak betul-betul dianggap tokoh dan menokoh dalam kurun waktu tertentu, maka bisa dipastikan muka rakyat berpaling dari bentuk itu, dari wujud dan dari tokoh tersebut.

Sekali lagi figur, sangatlah penting bagi calon bupati/wakil untuk menjadi tali pengingat, lem perekat bagi hati rakyat. Bila figur tak pandai-pandai dijaga oleh si empunya figur, sudah tentu hati rakyat tidak merasa memiliki animo untuk mendekat, meski hanya sekadar menaruh simpatik.
Lihat pada 1 Juni dan setelahnya, figur yang terpelihara dengan baik mendapat simpatik rakyat. Di bilik pencoblosanlah rasa simpatik itu diwujudkan. Sekarang semua kekuasaan untuk menentukan pilihan ada pada rakyat. Bila rakyat tak menyukai figur sang calon, maka ketetapan sikap itu tak bisa diubah-ubah oleh siapa pun. Dan siapa pun tak bisa memaksa rakyat untuk menentukan pilihannya.
Ayo, berbondong-bondonglah datang ke TPS, bismillah….. coblos nomor… calon bupati sesuai dengan hati nurani.

(GyO/Kon)