Gaji Rp3,5 Juta Bagi Dewan Sangat Minim
Perihal kesejahteraan dewan yang sempat menghangat di tengah masyarakat beberapa waktu lalu, memang murni terkait dengan minimnya gaji yang diterima seorang anggota sesuai PP Nomor 24 Tahun 2004. Seperti diungkapkan Sekretaris Dewan Ir HM Asin MM, semua hak seorang wakil rakyat seperti tercantum dalam peraturan telah disampaikan kepada yang bersangkutan, namun memang gaji mereka hanya Rp3,5 juta perorang.
Menyikapi ketatnya aturan yang tercantum dalam PP 24 itu, pihak DPRD Kutai Kartanegara akhirnya memilih untuk melakukan lobi terhadap pusat, dengan mengusulkan perubahan bagi pada PP 24. Usulan itu sendiri akan disampaikan dalam sebuah forum seminar tentang revisi PP dan undang-undang di depan panitia anggaran DPR RI yang akan menghadiri seminar tersebut.
Hal itu dikatakan Ketua H Bachtiar Effendi kepada beberapa wartawan lokal Sabtu (10/9) lalu di Tenggarong. Menurutnya, desakan ini terkait erat dengan tidak memadainya gaji anggota DPRD selama ini yang hanya cukup untuk menerima tamu, sedangkan kebutuhan harian dan pribadi seorang wakil rakyat terpaksa ditalangi dari dana pribadi.
Ditambahkannya, dengan kenaikan gaji itu, juga berarti meningkatnya tingkat kemampuan anggota untuk memberikan bantuan kepada masyarakat, selama ini banyak warga yang terpaksa ditolak permohonan bantuannya lantaran ketiadaan dana untuk mengabulkan permohonan itu.
Daerah dalam hal ini tentu saja berharap cukup besar, agar pemerintah pusat mampu membuka mata, terhadap berbagai kesulitan yang dialami seorang anggota legislatif di daerah. Apabila dengan dana yang sangat minim, masih mampu melakukan tugas, tentu saja apabila ada peningkatan akan memberikan sebuah prestasi besar dalam melayani masyarakat.
Keinginan Bachtiar Effendy yang merupakan ikon lembaga ini, tentu saja bukan keinginan yang muluk. Bahkan hal itu merupakan sebuah kesepahaman hampir seluruh personil dewan. Selama ini mereka bahkan telah berteriak-teriak sangat lantang mengenai kurangnya tingkat kesejahteraan anggota.
Meskipun belum mengetahui pos mana yang akan digunakan oleh pemerintah untuk memenuhi usulan tersebut, namun pihaknya sudah membulatkan tekad untuk menyampaikan persoalan ini dalam seminar, sekaligus memberikan gambaran dan masukan kepada pusat mengenai wajah DPRD yang selalu berjuang di daerah.
Selain persoalan kesejahteraan yang memang sangat urgen bagi semua anggota itu, dewan juga kembali akan menyampaikan usulan mengenai pola pembagian hasil sumber daya alam (SDA). Kukar akan berusaha agar pembagian hasilnya nanti, dilakukan secara proporsional dengan melihat daerah penghasil.
Artinya, setiap daerah yang menghasilkan produksi alam yang besar, hendaknya mendapatkan porsi yang seimbang.Masalah pembagian hasil SDA secara proporsional ini, memang bukan hal baru. Telah sejak periode Pemerintahan DR H Syaukani HR MM dan Drs H Syamsuri Aspar MM, yang lalu, eksekutif dan legislatif terus bahu membahu agar daerah kaya sumber daya alam seperti migas dan batu bara, mendapatkan bagian yang lebih besar. Namun pemerintah pusat ketika enggan untuk memenuhinya, bahkan cenderung menghambat pencairan dana perimbangan itu sendiri.
Selama era pemerintahan Orde Baru yang selalu melakukan segala kebijakan secara terpusat di Jakarta, daerah kaya seperti Kukar memang dipukul rata dengan daerah-daerah lainnya yang tidak memiliki SDA berarti. Ketika itu pembagian hasil alam dilakukan secara 70 persen berbanding 30 persen. Pusat mendapatkan porsi lebih banyak, namun setelah era reformasi bergulir, hal itu akhirnya sedikit demi sedikit dirubah. Namun tetap saja belum memberikan gambaran sesuai proporsi yang ada.
(
rin)