DPRD Kutai Kartanegara
Warta DPRD: Dana Kompensasi Rp100 Ribu Perbulan, Tidak Logis

Dana Kompensasi Rp100 Ribu Perbulan, Tidak Logis


Keputusan Pemerintah Republik Indonesia untuk melepas subsidi BBM dan membiarkannya berjalan sesuai harga pasaran minyak dunia, memang sangat berat dirasakan rakyat. Apalagi dana kompensasi yang dijanjikan untuk warga tidak mampu, ternyata hanya bernilai Rp100 Ribu perbulan, tentu sebuah perbandingan yang tidak logis jika dilihat besarnya nilai subsidi minyak yang tersimpan, dan kebutuhan masyarakat ketika harga merambat naik.

Seperti dikatakan Ketua Bidang Lingkungan HMI Cabang Tenggarong, Andriansyah, uang tunai kompensasi BBM yang hanya seharga Rp100 ribu, selain tidak logis jika dipandang dalam kacamata ekonomi, juga belum tentu dapat segera sampai kepada masyarakat kecil, khususnya bagi warga Indonesia di bagian tengah dan timur. Hal ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang memang harus mendahulukan wilayah barat dahulu, sebelum beralih ke kawasan ini.

“Terus terang kami saat ini masih belum percaya, apabila subsidi langsung tersebut dapat dinikmati seluruh rakyat yang berhak, apalagi sampai sekarang, dana kompensasi tahap awal saja belum turun,” tukasnya.

Kalaupun turun, harus melalui berbagai tahapan pengawasan yang sangat ketat, jika tidak ingin dana bagi rakyat tersebut singgah ke tangan yang tidak berhak. Dalam hal ini, baik pemuda, organisasi kepemudaan, dan kemasyarakatan, maupun pemerintah daerah harus dapat menjalankan sebuah kerja sama dalam bentuk pengawasan yang intensif terhadap penyaluran dana kompensasi BBM tersebut.

Mengenai penanganan terhadap warga tidak mampu atau masyarakat miskin ini, Andri lebih menyarankan terhadap kinerja yang efektif dan berhati-hati. Maksudnya agar warga yang mendapatkan bantuan nantinya, adalah benar-benar warga yang sangat membutuhkan. Hal itu berkaitan erat dengan pengalaman di berbagai daerah pada waktu-waktu terdahulu, di mana banyak warga yang sebenarnya mampu, justru mendapatkan bantuan, sedangkan yang sangat membutuhkan, justru tidak memperolehnya.

Ke depan tentu saja perlu ada sebuah kriteria baru yang benar-benar baku untuk mendefinisikan siapa saja yang termasuk golongan warga tidak mampu, dan berhak untuk mendapatkan dana kompensasi BBM, yang turun dalam bentuk tunai langsung kepada 60 juta rakyat Indonesia dan terhadap sekolah-sekolah yang menerima dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah).

Berkaitan dengan kelancaran penyampaian dana kompensasi terhadap masyarakat yang telah digagas pemerintah pusat, Komisi IV DPRD Kutai Kartanegara, juga menyuarakan pendapatnya agar diadakan sebuah pengawasan yang ketat terhadap penyalurannya kepada rakyat. Jangan sampai ada bantuan nyasar kepada orang yang sebenarnya belum berhak mendapatkan, serta adanya sebuah bantuan tumpang tindih.

“Kita mengharapkan turunnya dana kompensasi BBM ini nanti dapat pengawasan yang ketat dari pihak terkait, agar sampai kepada yang berhak menerimanya,” kata Ketua Komisi IV H Ali Hamdi ZA SAg, kepada wartawan beberapa waktu lalu.

Senada dengan statemen Ali Hamdi, anggota Komisi IV lainnya, H Yusrani Arran juga menandaskan perlunya sebuah pengawasan yang intensif terhadap penyaluran dana kompensasi itu, terutama untuk sekolah. Agar mendapatkan bagian yang sama, sesuai jatah yang ada dan tidak terjadi sebuah tumpang tindih bantuan terhadap sekolah, karena hal ini sangat penting bagi kelanjutan dunia pendidikan generasi penerus daerah.

“Biasanya berdasarkan pengalaman, terjadinya sebuah tumpang tindih itu lebih banyak disebabkan bantuan yang dobel untuk sekolah tertentu,”jelas Yusrani.
Untuk itu pihaknya juga mengharapkan kejujuran kepada semua pihak, agar bantuan yang dialirkan tidak hanya monopoli satu sekolah saja, tetapi juga berlaku untuk semua sekolah. Ini sangat penting sekali agar tidak ada sebuah lembaga pendidikan yang tetap memberlakukan pungutan secara berlebihan terhadap orang tua murid. Keadaan sudah susah, jangan sampai beban para orang tua murid juga kian bertambah.


(rin)