Korban Politik Bandara Kukar
 Rencana Terminal Bandara (Foto: dok) |
|
|
|
TIDAK “sehatnya” nuansa politik antara Gubernur Suwarna AF dengan Bupati Kukar H Syaukani HR akhir-akhir ini, disebut-sebut berdampak dengan perencanaan pembangunan spektakuler di daerah yang dipimpin Syaukani. Tidak terkecuali rencana proyek besar Bandara di Loa Kulu Seberang yang sudah mendapat kesepakatan bersama.
APAKAH betul hubungan politik yang kurang sehat itu menjadi penghalang tidak adanya rekomendasi Gubernur Kaltim terhadap perizinan Bandara Kukar. Bila dilihat dari kronologi MoU yang telah disepakati dan ditandatangani, tampaknya bandara Kukar tersebut memang jadi korban politik.
Cermati saja kronologisnya. Pada 8 Juli 2003 ditandatangani Mou pembangunan bandara Kukar dengan Pemerintah Kota Samarinda No 533.2/155/BAPP/VII/2003 yang disetujui DPRD masing-masing daerah juga diketahui DPRD Kaltim.
Oktober 2003 ditandatangani keputusan bersama antara Bupati Kukar dan Walikota Samarinda tentang pembentukan tim teknis kerjasama pembangunan Bandara.
Pada 6 Oktober 2003 Bupati Kukar mengirimkan surat kepada Gubernur Kaltim tentang usulan lokasi bandara baru Samarinda-Kukar.
Kemudian 13 Oktober 2003, Gubernur Kaltim mengirimkan surat No 553/6694/TU/prog Kepada Menteri Perhubungan tentang usulan penetapan lokasi bandara Samarinda-Kukar.
21 Oktober 2003 di Jakarta diadakan presentasi rencana pembangunan bandara Kukar di depan Menhub RI. Selanjutnya 17 Desember 2003 Bupati Kukar mengirim surat No 050/1250/Set.BAPP/2003 kepada Menhub tentang penetapan lokasi bandara di Kukar.
Selanjutnya 29 Januari 2004 Menhub mengirim surat No AU 101/1/5PHB 2004 kepada Gubernur Kaltim yang pada prinsipnya mendukung relokasi Bandara Temindung ke tempat yang lebih layak.
31 Maret 2004, Gubernur Kaltim mengirim surat kepada Menhub tentang usul penetapan lokasi bandara Samarinda-Kukar. & Mei 2004melalui surat No 027/BKDH/SA-HUB/V/04, Bupati Kukar menyatakan biaya pembangunan lokasi bandara Kukar dengan dana APBD secara multi years.
Kemudian, 21-23 Juli 2004 telah dilaksanakan pertemuan tim pemerintah Kukar dengan tim Dephub yang dilanjutkan pertemuan teknis untuk membahas plan bandara Loa Kulu dari aspek teknis dan keselamatan penerbangan.
23-24 Juli 2004 survey pendahuluan oleh kasubdit Kespen Dephub di lokasi plan bandara Loa Kulu. Selanjutnya 18 Agustus 2004 Bupati Kukar dengan persetujuan DPRD mengirimkan kepada Menteri Perhubungan tentang kesanggupan pembiayaan pembangunan bandara Kukar.
25-27 Agustus 2004 anggota tim tujuh Dephub mengadakan evaluasi lokasi bandara Kukar dan 27 Agustus tim evaluasi Dephub mengadakan presentasi di Tenggarong tentang keunggulan lokasi bandara Kukar.
10 November 2004 Dirjen Perhubungan Udara menyampaikan hasil evaluasi kepada Gubernur Kaltim yang menyatakan bahwa lokasi Loa Kulu di Kukar layak sebagai Bandara pengganti Bandara Temindung Samarinda.
Kemudian 12 November Gubernur Kaltim mengirimkan surat No 551/7610/Tranpar 3.2/EK kepada Menhub prihal evaluasi pembangunan bandara di kawasan Samarinda yang merekomendasikan bahwa lokasi Bandara Loakulu Kukar sebagai pengganti Temindung. Pada 11 Agustus 2005 melalui presentasi di Tenggarong, DPR RI Komisi V memberikan dukungan pada pembangunan bandara Kukar di Loakulu.
Tapi nyata Gubernur tidak merekomendasikan izin ke Menhub untuk Bandara di Loakulu tersebut. Malah sebaliknya terlaksana peletakan batu pertama pembangunan Bandara Sungai Siring sebagai pengganti Bandara Temindung. Dikatakan Syaukani secara terbuka, bahwa permainan ini jelas mengandung permainan politik. Tetapi ia menyatakan tekatnya untuk terus melaksanakan pembangunan Bandara Kukar.
Rencana pembangunan Bandara di Kukar yang sudah MoU dengan berbagai pihak itu, boleh dikata menjadi korban politik. Kerena, ketika menjelang pelaksanaan pilkada di Kukar yang mana Syaukani mencalonkan diri, coba dicekal oleh orang-orang provinsi. Namun berkat kepiawaian Syaukani bermain politik, “cekal” tersebut dapat ia patahkan, tetapi berdampak pada “bengkok”nya hubungan politik antara Gubernur Suwarna dengan Syaukani. Sampai dampaknya pada pembangunan bandara di Kukar yang hingga kini terkatung-katung soal perizinannya.
(
kon)