DPRD Kutai Kartanegara
Warta DPRD: Pasokan Gas Nasional Melilit, BPH Migas Lelang Pipa

Pasokan Gas Nasional Melilit, BPH Migas Lelang Pipa


- (Foto: BPH Migas)


- (Foto: www.yokogawa.com/suc/img/suc-PTBA)
Dibukanya lelang hak khusus pipa transmisi gas bumi jalur Bontang (Kaltim) ke Semarang (Jateng) oleh Badan Pengatur Kegitan Usaha Hilir Migas (BPH Migas) sepanjang 1.219 Km kian mendapat sorotan. Meskipun pemerintah yang memiliki kewenangan dalam mengelurkan kebijakan menyangkut peruntukan gas nasional masih belum memastikan.

Mengacu UU Migas No. 22 Tahun 2001 tentang Migas, kebijakan melakukan tender pengadaan jaringan pipa gas memang merupakan otoritas BPH Migas, disamping “restu” surat keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 1321 K/20/MEM/2005. Dan untuk melaksanakan kewenangan itu, BPH Migas pun menerbitkan peraturan No. 05/BPH Migas/III/2005 sebagai rujukan penyelenggaraan lelang.

Berdasarkan alasan wewenang tersebut, BPH Migas pun membuka lelang. Pengumuman lelang yang dilansir di media cetak dan elektronik pun disambut “incaran” banyak perusahaan. PT Perusahaan Gas Negara (PGN) salah satunya, yang mengikuti lelang pemipaan gas Bontang-Semarang pun optimis dapat mengalahkan pesaingnya, diantaranya; PT Bakrie & Brothers, PT Barata Indonesia, PT Bumi Karsa Lini Nusa dan PT Alfa Kharisma. PGN sendiri berkeyakinan dapat memenangkan tender hak khusus itu.

Meski belum diputuskan perusahaan yang akan memenangkan proyek yang diperkirakan menelan investasi miliran dolar AS tersebut. Namun, badai protes terus menghantam bagai tak ada kompromi atas rencana proyek pipanisasi gas Bontang-Semarang. Tidak hanya dari Serikat Pekerja (SP) LNG Badak, aktivis LSM Bontang yang tergabung dalam Forum Peduli Gas (FOPGAS), tapi juga dari masyarakat Kaltim sendiri. Bahkan di Kutai Kartanegara (Kukar), pernyataan keberatan atas pembangunan proyek tersebut, ditegaskan dalam surat tanggapan Ketua DPRD, 40 anggota DPRD, dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab), yang kesemuanya mensuratkan penolakan dan perlunya pengkajian ulang atas rencana pipanisasi gas Bontang-Semarang.

Memang, jika merujuk dokumen lelang hak khusus ruas transmisi gas Bontang-Semarang yang dikeluarkan BPH Migas, 28 Desember 2005 tahun lalu, dibukanya pelelangan tersebut, tak lepas dari alasan pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang cukup pesat. Kondisi ini mau tidak mau, memacu kebutuhan gas domestik, khususnya bagi kepentingan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan industri yang terus meningkat pasca kenaikan harga BBM 1 Oktober lalu. Bahkan akibat kesulitan pasokan gas, dua pabrik pupuk di negeri ini yakni, PT Asean Aceh Fertilizer (AFF) dan Pupuk Iskandar Muda (PIM) harus gulung tikar. Padahal, sesuai UU Migas, pemanfaatan gas bumi untuk kepentingan dalam negeri lebih diperioritaskan. Seperti disebutkan pada pasal 8 ayat 1 UU Migas, pemerintah akan memperioritaskan pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri.

Tapi apa lacur. Belum saja keputusan pemenang lelang dinyatakan, yang akan diumumkan 31 Mei 2006 mendatang, rencana proyek pipanisasi gas Bontang-Semarang yang dimaksudkan untuk “menyelamatkan” kebutuhan gas nasional sudah mendapat “pukulan keras” banyak kalangan. Rencana pembangunan proyek itu dinilai akan menimbulkan multiplier effect negatif bagi stabilitas perekonomian masyarakat Kaltim, khususnya Bontang.

Menurut Alif Bachtiar, proyek pipaniasi gas hanya akan mengancam eksistensi dan kelangsungan industri LNG pada PT Badak dan Pupuk Kaltim. Alif yang juga aktivis Forum Peduli Gas (FOPGAS) itu mengingatkan, pasokan gas di Kaltim yang berada di Bontang sudah semakin menipis. Jika pipanisasi gas dipaksakan, tidak menutup kemungkinan akan berdampak pada PHK besar-besaran 40.000 tenaga kerja.

Berbeda dengan pandangan Alif Bachtiar. Ir. Syaiful Bahri MM, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tingkat I Kaltim, yang ditemui Garda Rakyat di ruang kerjanya menyayangkan dangan sikap apriori sebagian kelompok yang langsung memvonis penolakan terhadap rencana proyek pipanisasi gas Bontang-Semarang itu. Ia menilai, sikap penolakan itu seharusnya jangan terburu. Sebab pelelangan hak khusus ruas transmisi gas bumi oleh BPH Migas belum final. Kalau pun sudah ada pemenang atas tender itu. Mereka akan mengkaji kembali kandungan sumber gas yang ada di Bontang. Apakah kapasitas gas daerah mencukupi? Jika tidak mencukupi tidak akan dibangun pipa transmisi gas. Mereka akan melakukan studi sebelum menyalurkan gas bumi ke Semarang. ”Jadi pada prinsipnya tergantung hasil studi mereka untuk membangun proyek itu,”jelas Syaiful yang selalu diamini Ir. Vinsentius YT, Kepala Bidang Migas, Listrik dan Pengembangan Energi.

Jika mengkaji hasil studi perimbangan BP Migas; Gas Reserves Balance East Kalimantan (January 2005), optimisme kapasitas gas untuk domestik Kaltim sampai 20 tahun masih bisa terpenuhi. Namun demikian, bukan data jaminan, jika Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengalami penurunan disebabkan pipanisasi gas Bontang-Semarang. Kekhawatiran ini juga yang mendorong Arif Bachtiar dan aktivis FOPGAS lainnya “berteriak” penghentian rencana pipanisasi di Kantor DESDM Jakarta.

“Perlawanan” Arif dan aktivis lainnya menentang rencana proyek pipa gas Bontang-Semarang yang berkapasitas 700-1000 juta kaki kubik perhari itu, patut untuk diperhatikan. Mengingat, kilang Bontang dengan kemampuan produksi 22,2 ton pertahunnya, sejak 2002, persediaan gasnya terus merosot. Target pengapan 22 kargo LPG pada 2005 pun hanya terpenuhi 20 kargo. Yang menyedihkan lagi, target pengapalan 2006 sebanyak 373 kargo, PT Badak hanya kuat memenuhi 322 kargo, dan 51 kargo tidak mampu dipenuhi. Dan untuk menutupi “kebocoran”, PT Badak melakukan komitmen pengapalan kepada pembeli dengan pembatalan 36 kargo, 8 kargo direinjeksi LPG dan 7 kargo terpaksa harus impor dari negera lain. Ironisnya lagi, sejak Januari 2006 lalu kilang LPG PT Badak NGL tidak mampu lagi meracik LPG sehingga pengapalan LPG istirahat. Bahkan saat ini 1 kilang (train) dari 8 kilang harus terhenti beroperasi secara bergantian disebabkan pasokan gas alam menipis.
Memperhatikan kondisi gas alam di PT Badak yang kian “melilit”, apakah rencana proyek pipanisasi gas Bontang-Semarang nantinya tidak akan menambah masalah untuk kelanjutan produksi gas di Kaltim kedepan?

Bagi Syaiful Bahri, persoalan pipanisasi gas Bontang-Semarang itu masih bisa dikaji lagi. Sebab bagaimana pun ini kebijakan pusat. Jadi pemerintah pusat yang memiliki wewenang mengenai pengaturan migas, termasuk di daerah. Sebab itu, Syaiful menjelaskan, perlu ada ruang diskusi dan sosialisasi untuk masalah pipanisasi gas tersebut. “Tapi karena masyarakat sudah apriori, ya sulit untuk menerima penjelasan mengenai rencana pipanisasi itu,” ungkapnya. (gu2n)