DPRD Kutai Kartanegara
Warta DPRD: Pipanisasi Gas Terwujud -- Biaya Pendidikan MAHAL

Pipanisasi Gas Terwujud -- Biaya Pendidikan MAHAL

RENCANA Pemerintah Pusat melalui Badan Pengatur Usaha Hilir Migas (BPH-Migas) membuat pipa transmisi gas yang sudah terwacanakan, bakal mengancam perekonomian Kaltim, tak terkecuali Kukar sebagai wilayah migas bagian hulu. Bila pipanisasi itu terwujud, bisa dipastikan biaya pendidikan di daerah ini akan kian mahal dan tak terjangkau oleh rakyat.

Saat ini saja, rakyat mengeluhkan biaya pendidikan dan biaya berbagai macam tarif. Apalagi nanti, bila sebagian perekonomian rakyat Kaltim dialihkan ke daerah lain oleh kebijakan pemerintah pusat melalui transmisi gas alam yang selama ini menjadi penompang perekonomian rakyat, tidak lagi menjadi hak sepenuhnya orang Kaltim.
Ketua DPRD Kukar H Bachtiar Effendi atas nama wakil rakyat menolak keras rencana pipanisasi gas alam tersebut. Adalah BPH-Migas atas perintah Pemerintah Pusat melakukan lelang proyek raksasa. Proyek tersebut akan mengerjakan penyambungan pipa gas alam dari Bontang (Kaltim) langsung ditransmisi ke Semarang (Jawa Tengah).
Melalui proyek itu pula, gas alam yang selama ini dimiliki bumi Kaltim dialirkan dalam keadaan mentah dalam produksi yang lebih tinggi ke Jawa Tengah. Gas tersebut dimasak di daerah penerima, sedangkan Kaltim sebagai pemilik gas bakal tidak lagi memperoleh royalti atau semacam pajak bagi hasil dari kekayaan alam tersebut. Ini jelas “penjajahan” otonomi. Padahal, harusnya Kaltim yang kini menjalani otonomi daerah, lebih berkuasa terhadap pengelolaan kekayaan alamnya sendiri.
“Rencana pipanisasi gas Bontang-Semarang ini mesti dicegah sedini mungkin. Daerah mesti berdaya upaya mempertahankan haknya,” ujar Bachtiar.
Mengapa Kaltim harus turun tangan mencegah rencana itu? Ini tak lain ada kaitannya dengan perekonomian, kesejahteraan rakyat dan kehidupan sosial masyarakat. Dikatakan Bachtiar, apabila pipanisasi gas alam itu jadi terwujud, sudah bisa dipastikan bagian Kaltim termasuk Bontang, Kukar dan daerah tingkat II lainnya sebagai pemilik industri hulu gas alam bakal berhadapan dengan “kesengsaraan.”
Mengapa demikian? Semua bentuk “keuntungan” yang selama ini diperoleh Kaltim melalui produksi hulu migas alam yang kemudian diolah oleh pemerintah pusat, Kaltim mendapatkan bagian royalti yang cukup bagus. Tetapi apabila pengolahan migas tersebut langsung ditangani melalui pipanisasi antara bumi Kaltim ke bumi Pulau Jawa sana, rakyat daerah Kaltim bakal hanya menjadi penonton kekayaan alamnya disedot setiap hari tanpa mendapatkan bagian yang memadai.
PASANG BADAN
Bila sudah terjadi seperti itu, perekonomian di Kaltim akan terganggu. Bila ekonomi terganggu, tentu, akan banyak kehidupan sosial masyarakat juga terganggu. Bila selama ini di Kukar APBD-nya rata-rata di atas Rp2 triliun setahun, ini bakal tidak dapat lagi mematok angka seperti itu. Juga bila selama ini iuran pendidikan digratiskan, para guru mendapatkan insentif, ribuan mahasiswa diberi beasiswa, bakal tak mendapatkannya lagi.
Bahkan bisa dipastikan, apabila pipanisasi gas itu terwujud, biaya pendidikan di Kaltim tak terkecuali di Kukar akan mahal. Mahalnya biaya pendidikan ini, pasti diikuti kemahalan lainnya.
“Jadi, atas adanya wacana dan rencana pipanisasi gas alam tersebut, jauh-jauh hari kita sebagai warga yang tinggal di Kaltim, yang beranak pinak di sini mesti jangan tinggal diam,” kata Erwinsyah tokoh pemuda berdomisili di Tenggarong.
Senada dengan itu, Dardiansyah selaku mantan Ketua KNPI Kukar juga minta agar para pemuda bangkit untuk menentang rencana yang bakal merugikan itu. “Inilah saatnya kita saling bahu membahu mencegah terwujudnya pipanisasi gas.”
Bila perlu, ujar Dardi, pemuda pasang badan apabila pemerintah pusat tetap bersikeras mewujudkan rencananya. Apa gunanya otonomi daerah diberikan bila ternyata kekayaan sumber daya alam di daerah ini masih juga dikuasai oleh pusat. Ini jelas “penipuan” dan masyarakat jangan mau ditipu. (Darkon)