DPRD Kutai Kartanegara
Warta DPRD: Intip Sisi Lain Gerbang Dayaku

Intip Sisi Lain Gerbang Dayaku


Salah satu jalan di sudut Kota Tenggarong yang masih memprihatinkan (Foto: dian)


Program Gerakan Pengembangan dan Pemberdayaan Kutai (Gerbang Dayaku) yang kini telah memasuki tahap II seperti ingin kembali mengukur diri, setelah tahap I dipandang sebagai “batu pijak” menuju awal pemberdayaan daerah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) disegala sektor kehidupan masyarakatnya.

KINI setelah pelaksananan Gerbang Dayaku (GD) tahap I, tampak pembangunan fisik megah menyelimuti wajah Kukar. Nama Kukar pun kian tenar. Kemajuan kotanya yang berwajah bak metropolis, telah membuat banyak pengunjung wisata kagum. Betapa tidak, Kukar yang enam tahun silam masih jauh dari tata kota yang memadai, mampu menunjukan kemajuan daerahnya yang pesat. Tenggarong, misalnya, sebagai Ibukota Kabupaten Kukar, kian dijamuri germerlap pembangunan kota: dari untaian jembatan Golden Gate yang menghiasi aliran Sungai Mahakam, Planetarium Jagat Raya, Museum Mulawarman, Kedaton Sultan, Cable Car dan Sky Tower, hingga hamparan pesona alam Pulau Kumala. Karena itu, tidaklah berlebihan, jika kemegahan Tenggarong menjadi contoh bagi kabupaten lain di negeri ini, sekaligus trendsetter baru bagi keberhasilan pelaksanaan Otonomi Daerah (Otoda).”

Program GD, yang menurut Bupati Kukar Prof DR H Syaukani HR MM sebagai konsepsi pembangunan Kabupaten, akan diteruskan hingga tahap II, 2005-2010. “Akan menjadikan Kukar lebih bersinar lagi,” optimis Syaukani, seperti yang pernah diwartakan GATRA, 4 Maret 2006 lalu.
Ungkapan Syaukani tersebut akan menjadi barometer untuk potret daerah ini ke depan. Dengan pelaksanaan Program GD tahap II, Syaukani, pun berharap akan membuat Kukar lebih berkibar. Bahkan, menurutnya, pada 2010 nanti masyarakat Kukar akan lebih menikmati hasil GD. Dan pada saat itu kemiskinan pun tidak ada lagi di daerah ini.
Kita memang berharap kelanjutan Program GD terus digalakan. Tidak hanya disektor pembangunan fisik kota, tapi juga yang terpenting pemberdayaan Sumber Daya Masyarakat (SDM) Kukar.”Kukar kedepan akan berhadapan dengan persaingan pesat. Kita pun butuh SDM yang berkualitas,” ungkap Ir Ida Bagus Dwijatenaya M.Si kepada Garda Rakyat, belum lama ini, di Pure Loa Ipuh Tenggarong. Bahkan, Ida Bagus pun mengingatkan,”Masyarakat Kukar harus pintar.”

Pembangunan SDM dengan peningkatan pendidikan, seperti ditegaskan Syaukani HR, dibanyak kesempatannya, merupakan investasi masa depan untuk daerah ini. Program GD tahap II, yang menempatkan SDM sebagai sasaran pembangunan yang diprioritaskan, diharapkan dapat menghasilkan SDM yang unggul.
Bukan hanya sektor peningkatan SDM yang menjadi “garapan” dalam Program GD tahap II kali ini, tapi ranah kesehatan pun tak luput menjadi sasaran kerja yang diagendakan dalam GD. Bagi dr Efraim Manginte, Kepala Puskesmas Rapak Mahang, ketika dimintai komentarnya mengenai implementasi Program GD di sektor kesehatan, ia berpendapat, pelaksanan GD sudah cukup bagus, tapi sasaran programnya yang belum maksimal.”Aplikasinya belum sampai ke kami (Puskesmas Timbau, red),” tegasnya.

Menurut Efraim, GD yang menempatkan program kesehatan sebagai prioritas pembangunan masih belum nyata, seperti persoalan dana operasional kesehatan, yang seharusnya dicantumkan di awal tahun, malah diakhir tahun. Bahkan untuk dana operasional tahun 2006 pun kami belum tahu.”Kita kan tidak bisa memastikan orang sakit, apakah diawal tahun, atau diakhir tahun,” jelasnya. Efraim, pun menambahkan, dana operasional itu akan kita manfaatkan untuk penunjang pelaksanaan program kesehatan di daerah ini, seperti: perbaikan infrastruktur kesehatan, pembiayaan posyandu, penyuluhan, pelatihan, dll. “Kita butuh anggaran untuk kegiatan kesehatan di daerah ini.”
Puskesmas Rapak Mahang, yang membawahi daerah: Timbau, Jahab, Bukit Biru, Kampung Melayu dan Pulau Kumala, menurut Efraim, sangat membutuhkan dana opersional kesehatan itu agar tidak terlampat “pencairannya”.

Bahkan, ketika Garda Rakyat menyinggung mengenai pendapatan pegawainya, antara honorer dan dokter, Efraim menjawab, pendapatan pegawai yang honorer dan dokter disini sangat senjang. “Ini harusnya juga jadi perhatian Pemerintah Daerah,” ungkapnya. Bahkan, dengan tegas Efraim menuturkan, bagaimana kita mengharapkan kinerja pegawai kesehatan yang sesuai harapan, sementara masih terjadi ketimpangan dipersoalan pendapatan. Dan ketika Garda mencoba menanyakan berapa nominal ketimpangan pendapatan antara pegawai honorer dan dokter ditempat Puskesmas yang ia pimpin, Efraim tak mau membahasnya lebih lanjut. “Sudah tidak perlu dicatat berapa nominalnya,” tandas Efraim kepada reporter Garda.

Lain Efraim, lain pula Saiful Rony. Bagi Kepala kelurahan Timbau Tenggarong itu, pelaksanaan GD yang saat ini memasuki tahap II, hendaknya perlu monitoring Pemkab lebih ketat lagi. Aktualisasi GD sejak awal pencanangannya kurang pengawasan, contoh mengenai masalah pinjaman lunak untuk masyarakat ekonomi menengah ke bawah, masih saja ada masyarakat yang belum mengembalikannya. Bahkan diantara mereka yang mendapatkan pinjaman, ada yang tidak menjalankan usahanya. “Ini harus jadi catatan Pemerintah Daerah,” tegas Saiful.

Persoalan salah sasaran hingga kandasnya pengembalian dana GD tersebut juga menjadi sorotan Lurah Desa Maluhu, Sulino S.Sos. Menurutnya, Pemerintah Daerah seharusnya memiliki tim khusus monitoring yang kuat. Kita tidak cukup hanya mengandalkan pemantauan kepada aparat desa. Tapi, Pemkab harus punya tim pemantau yang kuat.”Kita tidak ingin dana pinjaman jadi bisnis kepentingan usaha yang tidak jelas,” jelas Sulino saat ditemui Garda di rumahnya, Jumat pekan lalu.
Mengamati pelaksanaan program GD di atas bukan berarti tanpa raport merah. Sejak awal implementasinya, GD masih belum maksimal. Sasaran pembangunannya pun, memang harus diukur kembali. Dan yang terpenting, pengawasan terhadap dana “proyek” GD tidak salah penyalurannya.
(gu2n)