Demokrasi Di Kutai Kartanegara
 Marwan SP Wakil Ketua Komisi II, Demo Menandakan Gedung Rakyat Hidup (Foto: sahrin) |
|
|
|
Salah satu indikasi hidupnya tatanan demokrasi di daerah, dapat dilihat dari perbedaan pendapat dan pandangan politis, setiap elemen stakholder di wilayah itu. Tidak ada tekanan dan larangan bagi mereka untuk berbeda pendapat dengan pemerintah, dalam menyuarakan kritiknya di depan umum. Dan hal semacam itulah yang lazim terlihat di Kutai Kartanegara, bila ada sekelompok masyarakat atau mahasiswa, datang berdemo di halaman DPRD, mereka justeru disambut dengan baik serta diakomodir niatnya, untuk berdialog bersama para anggota dewan.
“Saya justeru gembira, apabila masih ada mashasiswa, masyarakat ataupun LSM yang datang untuk berdemo di DPRD, itu tandanya gedung rakyat ini hidup dan kita masih dipercaya rakyat,” kata Wakil Ketua Komisi II, Marwan SP.
Senada dengan pendapat Marwan tersebut, Anggota Komisi IV H Abdul Sani menilai, kedatangan beberapa elemen masyarakat untuk berdemo dan melakukan kritik, baik kepada lembaga dewan, individu anggota, maupun kepada pemerintah, merupakan tanda positif. Hal itu menunjukkan lembaga rakyat tersebut, masih berfungsi dengan baik, dan penyerapan aspirasi terus berjalan.
 Demonstrasi Di DPRD Kutai Kartanegara (Foto: ist) | |
|
|
Namun demikian beberapa anggota dewan menilai, penyampaian aspirasi dengan cara berbicara di depan umum, bukan sebuah langkah yang menjamin terakomodirnya aspirasi mereka secara baik. Hendaknya demontrasi dan aksi protes tersebut, dikahiri dengan sebuah dialog yang bermartabat, dilakukan secara terbuka dan ditempat representatif.
“Kita sebenarnya memahami cara mereka dalam menyampaikan aspirasi di gedung ini, namun alangkah baiknya bila aspirasi tersebut juga disampaikan secara dialog,”tandas Marwan.
Selama ini tambahnya, seringkali pihak pendemo terutama dari kalangan mahasiswa dan LSM, ketika menyampaikan aspirasinya tidak mau berdialog. Biasanya mereka datang dengan membawa megaphone, kemudian melakukan orasi tepat di depan pintu masuk lobi DPRD. Ketika Anggota Dewan mengajak berdialog, biasanya tawaran tersebut di tolak dengan alasan, lebih baik berdialog di tempat terbuka dibanding ruang sidang.
“Padahal, dengan orasi seperti itu, aspirasi mereka tentunya tidak dapat kita akomodir dengan baik,” tambah H Sutopo Gasif SPd MPd, yang merupakan Wakil Ketua Komisi IV.
Beberapa anggota dewan lainnya, justeru mempertanyakan substansi aspirasi yang disampaikan, ketika para demonstran tidak mau berdialog. Padahal kedatangan mereka ke dewan dalam rangka menyampaikan aspirasinya, lantas, ketika diajak melakukan dialog dan berbicara dari hati ke hati, menolak, apa yang ingin disampaikan? Apakah hendak diakomodir atau sekedar ingin didengar statemennya, melalui orasi yang diteriakkan. (
rin)