DPRD Kutai Kartanegara
Warta DPRD: Mark Up Bandara Kukar…?

Mark Up Bandara Kukar…?


Rancangan Bandara Kutai Kartanegara (Foto: bpmdkukar.go.id)
ISU miring mengenai pembangunan Bandara Kukar di kawasan Loa Kulu, sepertinya tak pernah berhenti. Sepanjang Kukar masih dipimpin Prof DR H Syaukani HR, tampaknya “serangan” secara politis dari pihak-pihak yang berseberangan selalu saja berupaya mencari-cari jalan untuk sekadar menjadikan Syaukani sebagai orang yang “bermasalah.”

Pemkab Kutai Kartanegara (Kukar) telah membebaskan 13.000 hektar tanah di Loa Kulu. Dari luas tanah yang peruntukkannya bagi pembangunan fisik Bandara Kukar tersebut, sudah dibayar Pemkab 4.000 hektar. Pembayaran disepekati Rp 6 ribu permeter persegi.
Belakangan Bawasprov menuding pembebasan lahan bandara tersebut dimark up.

Padahal pada waktu yang sama dalam pembebasan Intake Loa Kulu milik Pemkot Samarinda, harga pembebasan tanahnya sama, Rp 6 ribu permeter persegi.
“Pemkot sendiri dalam membebaskan lahan untuk kepentingan intakenya sama dengan harga pembebasan lahan untuk bandara. Lalu dimana letak mark up yang ditudingkan?” jelas Ketua DPRD Kukar H Bachtiar Effendi ketika dimintai komentarnya soal adanya isu miring soal pembebasan lahan bandara. Malah Bachtiar balik bertanya, pembebasan lahan yang mana yang dianggap bermasalah?



Ketua DPRD Kukar H Bachtiar Effendi (Foto: file dprdkutaikartanegara.gi.id)
Sebagai orang yang memimpin DPRD, Bachtiar paham, ada sejumlah pihak yang sengaja mencari celah dan mencari-cari kesalahan, sehingga diri Syaukani dianggap bermasalah. “Biasa, orang sengaja mencari celah, supaya Pak Syaukani dianggap bermasalah. Begitulah orang mencari celah, tujuannya tentu saja politis. Selain itu ada orang yang tidak suka dengan pembangunan dan kemajuan Kukar,” katanya.

Silahkan buktikan kalau pembebasan lahan di lokasi bandara Kukar itu dimark up. Bila perlu laporkan ke KPK atau kemana saja. Yang jelas pembebasan lahan bandara tersebut sudah sesuai dengan harga standar tanah, sebagaimana juga telah dilakukan Pemkot Samarinda pada lahan intakenya di Loa Kulu yang berdekatan dengan lokasi bandara di daerah yang sama.

Dalam APBD 2001 yang sebagian anggarannya itu mencantumkan pembebasan tanah bandara Rp10 ribu permeter persegi, namun Pemkab menyetujuinya Rp 6 ribu. DPRD juga setuju dengan harga standar itu. Pembayaran ini direalisasikan seluruhnya 2 sampai 3 tahun akan datang. Apabila pemilik tanah tak sabar, bisa menjualnya kepeda pemilik modal. Pemilik modal ini, yang nantinya tetap menjual dengan harga yang sama. Melalui cara ini, pembebasan lahan itu terbebas dari spekulan tanah dan provokator yang nantinya merugikan pemerintah. Bila masyarakat yang tak sabar menanti 2-3 tahun kemudian dimasuki para spekulan, tentunya harga bisa melambung tinggi. Karena itu perlu diselamatkan dengan menetapkan standar harga tanah untuk bandara tersebut.

“Jadi dengan cara ini pemerintah dan masyarakat tak dirugikan. Spekulan tak bisa masuk dan melakukan aktivitasnya di lahan Bandara Kukar itu,” jelas Bachtiar.

MIRING


Bupati Kukar Prof DR H Syaukani HR MM (Foto: file dprdkutaikartanegara.gi.id)
Apa pun komentar miring yang ditujukan kepada pelaksanaan pembangunan Bandara Kukar, ditegaskan secara terpisah oleh Bupati Kukar Prof DR H Syaukani HR, tak akan membuat pembangunan fisik bandara batal atau terlantar.

“Biar saja bermunculan komentar miring. Saya paham, semua itu tujuannya untuk mencoreng Kukar, sehingga saya dianggap sebagai orang bermasalah,” ujar Syaukani.

Menyinggung pembangunan fisik bandara, Syaukani dengan nada semangat menyebutkan, pembangunannya terus jalan. Saat ini sudah memasuki pematangan lahan. Target penyelesaian atau paling tidak sudah bisa didarati pesawat jenis boieng, tetap pada 2008 bersamaan pelaksanaan PON nanti. (kon)