DPRD Kutai Kartanegara
Warta DPRD: Buah Kurangnya Komunikasi

Buah Kurangnya Komunikasi


Komunikasi yang baik dapat meredam kericuhan (Foto: sahrin)
Pertemuan warga dan pihak Pemerintah didampingi Anggota Dewan dari Komisi I dan IV, di Km 8 jalur tambang PT ABK yang ditandai 'sedikit' kericuhan, sebenarnya tidak perlu terjadi. Emosi warga yang sebagian besar memang berprofesi sebagai petani sayuran dan peternak itu, semestinya dapat diredam, jika di awal-awal keluhannya segera direspon dan mendapatkan jembatan komunikasi antara ke dua pihak.

Seperti diuangkapkan beberapa tokoh warga kepada wartawan, penutupan jalur tambang PT ABK di Km 8, tidak perlu terjadi, jika perusahaan cepat merespon. Selama ini tidak ada komunikasi, sedangkan mereka telah merugi dan merasa trauma terhadap banjir lumpur yang mengancam pemukiman serta jiwanya. Persoalan ditambah pula dengan tidak berperannya aparat dan lembaga pedesaan, seperti Badan Perwakilan Desa (BPD).



salah satu lubang galian PT ABK (Foto: sahrin)
Seperti dikatakan Juari (45) warga RT 12 Dusun Sarimulya, BPD yang menjadi wakil mereka ternyata tidak mampu menjembatani komunikasi bagi kepentingan warga. Masyarakat setempat sebenarnya tidak mau berdemonstrasi dengan melakukan penutupan jalur perusahaan. Karena tidak hanya PT ABK yang rugi, tetapi warga juga rugi waktu serta menghadapi kemungkinan penangkapan oleh aparat yang melaksanakan perintah UU.

Menurut salah seorang koordinator lapangan (Korlap) bernama Juliansyah, warga sebenarnya tidak menuntut lebih. Hanya meminta perusahaan memperhatikan nasibnya, sejak produksinya pada 2003 lalu, PT ABK ternyata tidak memberikan kontribusi signifikan bagi warga sekitar. Perekrutan tenaga kerja meskipun ada sangat sedikit, padahal selama beroperasinya sejak 2000 lalu, sungai menjadi dangkal, tanaman padi sering puso akibat lumpur dan komiditi perkebunan seringkali mati.



menarikan nasib yang tak kunjung baik (Foto: sahrin)
Statemen wakil rakyat dan pemerintahan yang mengatakan, banjir lumpur sebagai akibat alami dari derasnya hujan, dibantah warga. Pasalnya sebagai transmigran sejak 1962 silam, mereka tidak pernah merasakan gejala alam sedahsyat itu. Namun sejak masuknya perusahaan, keadaan alam berubah drastis, sungai yang semula dalam dan jernih, kemudian menjadi dangkal dan berwarna kopi susu.

Menurut mereka, aksi demonstrasi dengan melakukan penutupan itu hanya sebagai cara mencari perhatian. Warga menuntut ganti rugi, bukan sumbangan sebagaimana diungkapkan I Made Sarwa dari Komisi I, yang menyatakan ABK telah menyumbang sebesar Rp150 Juta. Mereka hanya meminta ganti rugi, atas banjir lumpur yang terjadi 27 Juni lalu.

Bila memang penyebabnya karena alam, warga meminta agar alam mereka yang telah carut marut oleh tambang, untuk direnovasi seperti semula, sehingga tidak lagi menyebabkan banjir lumpur. Bahkan ekstrimnya lagi, warga merasa tidak butuh perusahaan apabila hanya menyebabkan bencana lumpur seperti.

Berbagai statemen itu, ditanggapi pihak terkait dengan memberikan hasil penelitian tim pencari fakta, sebagai akibat bencana alam biasa. I Made Sarwa Wakil Ketua Komisi I dan Asisten I Setkab Drs HA Riduan Syahrani, meminta warga untuk tabah dan takwakal menghadapi bencana alam seperti itu, dan meminta warga tenang serta menghentikan aksinya karena melanggar UU.

Made dan Syahrani menegaskan, pemerintah akan menyelesaikan persoalan dengan baik. Tidak ada pemerintah yang ingin rakyatnya menderita, sehingga diyakini penyelesaian oleh Pemerintah yang di backup langsung Bupati Prof DR H Syaukani HR MM, tidak hanya akan memenuhi tuntutan ganti rugi, warga juga akan mendapatkan nilai yang lebih dari tuntutannya. (rin)