DPRD Kutai Kartanegara
Warta DPRD: Bukan Seratus Persen ABK

Bukan Seratus Persen ABK


Warga Yang Menuntut Perusahaan, Itu Bukan 100 Persen Salah ABK (Foto: sahrin)
Tidak adil apabila penyebab banjir lumpur di Desa Purwajaya pada 27 Juni lalu, hanya dialamatkan kepada salah satu pihak saja, dalam hal ini PT Anugerah Bara Kaltim (ABK). Selaku pemilik kuasa tambang di kawasan tersebut, perusahaan itu telah dituntut warga sebagai biang perusak lingkungan sekitar, dan diminta untuk memberikan ganti rugi pada masyarakat.

Padahal, merujuk pada kesimpulan Tim Penanggulangan Bencana Pemkab Kutai Kartanegara, PT ABK bukan satu-satunya penyumbang masalaha lingkungan di kawasan itu. Bahkan hasil penelitian tim menunjukkan kontribusi perusahaan hanya mencapai 5,57 persen kerusakan alam sebenarnya. Sisanya lebih banyak disebabkan pembabatan hutan di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS).



Armada Tambang PT ABK, Mereka 'Hanya' Menyumbang 5,57 Kerusakan Alam Purwajaya (Foto: sahrin)
Seperti diungkapkan Ketua Komisi I DPRD Kukar, Ir Marten Apuy, berdasarkan kajian tim pemerintah, bencana banjir lumpur itu, adalah gejala alam biasa yang telah berlangsung secara periodik setiap tahunnya. Hanya saja banjir terakhir memang melebihi volume yang biasa dialirkan Sungai Jatah, sebagai sungai induk di kawasan Purwajaya.

Menurut salah seorang Staf Bagian Pemerintahan, mengutif data Bapedalda, aliran besar lumpur dan sediment dari arah ulu sungai tersebut merupakan akibat dari besarnya curah hujan ketika itu. Sungai Jatah yang menerima kiriman dari puluhan anak sungainya, akhirnya tidak mampu menampung luapan lumpur, sehingga menghasilkan banjir yang menggenangi rumah warga.



Ir Marten Apuy Ketua Komisi I, Program Pemulihan Lebih Baik (Foto: sahrin)
Terkait dengan kegiatan tambang yang ditengarai warga sebagai penyebab utama banjir, ternyata tidak memberikan bukti signifikan. Tim justeru menemukan banyaknya aktivitas penebangan kayu, di kawasan jalur hijau DAS, sehingga ada beberapa bagian yang gundul dan tidak mampu menahan volume lumpur lebih banyak, hujan yang deras mengakibatkan proses pengikisan sehingga mendangkalkan alur sungai.

Sebenarnya PT ABK telah pernah melakukan proses pengerukan sungai, namun dihentikan lantaran maraknya aktivitas para penebang kayu menggunakan sungai sebagai sarana angkutnya. Siapa yang menebang kayu-kayu di kawasan DAS itu, tim tidak berani asal sebut, karena memang tidak terdeteksi secara jelas.

Terkait dengan polemik lumpur itu, Ir Marten Apuy mengimbau semua pihak untuk menahan diri. Marten juga menyayangkan kurang mendalamnya data Tim Penanggulangan, yang hanya mengandalkan data sekunder, sedangkan sampel kawasan tidak diambil.

Mantan Direktur PT Lembang Ganesha itu, kemudian mengajak warga untuk meredam emosinya. Tuntutan mereka sangat berat untuk diterima begitu saja, karena memang lemah bukti keterlibatan ABK terhadap banjir lumpur. Namun ia juga mengingatkan, perusahaan memang memiliki kewajiban untuk mensejahterakan masyarakat.

Marten kemudian menyarankan agar warga menerima program pemulihan kembali, yakni sebuah program perusahaan yang bertujuan menghijaukan kembali kawasan tambang, dengan melibatkan masyarakat. Kawasan DAS yang sangat vital kembali ditanami dan dijauhi dari upaya penebangan liar, sehingga ada sinergi antara masyarakat desa dengan perusahaan. “Dari pada saling gontok-gontokan lebih baik bekerja sama bukan? “ imbuhnya. (rin)