“Penertiban” PKL = Pemberdayaan PKL
 PKL: Hampir setiap negara menghadapi persoalan PKL (Foto: dian) |
|
|
|
KEBERADAAN Pedagang Kaki Lima (PKL) memang tidak dapat ditepis. Dan hampir setiap negara yang ada di dunia ini menghadapi problem keberadaan PKL. Di negara semaju Amerika dan negara-negara Eropa pun tidak luput dari geliat PKL, termasuk di di Ibu Kotanya Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), keberadaan PKL pun mulai memenuhi pinggir-pinggir jalan kota.
Melihat perkembangan Kota Tenggarong yang kian maju, adanya kehadiran PKL memang akan memunculkan persoalan baru bagi pemerintah daerah. Apalagi yang dihadapi dalam permasalahan PKL adalah penempatan stand berdagang yang tepat. Tentu saja yang dimaksud penataan kios-kios dagang yang tak memilik ijin berjualan dipinggir jalan.
Memang tidak mudah memaknakan istilah “PKL”. Namun ada yang mengatakan term “PKL” berasal dari orang yang berjualan dengan menggelar barang dagangannya dengan bangku/meja yang berkaki empat kemudian jika ditambah dengan sepasang kaki pedagangnya maka menjadi berkaki lima sehingga timbullah julukan pedagang kaki lima.
Tidak itu saja. Ada pula yang memberi pengertian “PKL” dengan pengertian pedagang yang mengelar dagangannya di tepi jalan yang lebarnya lima kaki (5 feet) dari trotoar atau tepi jalan. Namun demikian, terlepas dari asal usul nama “kaki lima” tersebut. Lebih tegasnya, “pedagang kaki lima” ialah orang yang melakukan kegiatan usaha berdagang dengan maksud memperoleh penghasilan yang sah, dan dilakukan secara tidak tetap dengan kemampuan yang terbatas, berlokasi di tempat atau pusat-pusat konsumen.
Meskipun dengan pengertian beragam, istilah PKL tetap saja identik dengan pedagang yang membuka kiosnya dipinggir-pinggir jalan. Itu sababnya, “penataan” seperti yang dimaksud, Rahmat Santoso, Anggota DPRD Kukar dari Komisi I dan Ketua Pansus penyusunan Raperda PKL, bahwa “penataan” bukan dimaksudkan sebagai upaya mengapus keberadaan PKL di daerah ini, tapi menurutnya, “penataan” adalah penertiban dan pemberdayaan PKL.
Selama ini, ungkap Rahmat, keberadaan PKL masih kurang mendapatkan perhatian pemerintah daerah. Itu sebabnya, perlindungan hukum dengan merancang perda penertiban dan pemberdayaan PKL sangat diperlukan. “Jangan dimaksudkan pembuatan Perda PKL akan mempersempit ruang gerak PKL. Itu tidak benar,”tegasnya, ketika menggelar hearing dihadapan intansi terkait dan sejumlah unsur masyarakat, belum lama ini.
Menyikapi upaya pansus PKL tersebut, Ketua Komisi IV, H Ali Hamdi ZA SAg, menyambut baik adanya usaha penertiban dan pemberdayaan PKL di daerah ini. Bahkan pihaknya berharap, dalam penyusunan peraturan daerah tersebut perlu ada butir penertiban bagi pedagang-pedagang nakal yang menjajakan barang dagangannya tanpa memperhatikan tempat yang tepat untuk berdagang. Dan apalagi melihat kondisi PKL di pasar Tangga Arung yang kini tampak mulai kumuh. Memang sudah saatnya, peraturan tersebut diperlukan. “Ini juga untuk pentingan PKL sendiri,”ungkap Ali. (
gu2n)