Muso Salim, Pahlawan Kemerdekaan Kutai Kartanegara
 Muso Salim: Pahlawan Gerliya asal Muara Kaman, Kukar (Foto: istimewa) |
|
|
|
SEJARAH rakyat Kutai Kartanegara dalam menghadapi kungkungan penjajahan bangsa Belanda, jejaknya saat ini telah semakian kabur saja. Padahal perlawanan terhadap penjajahan pernah ada dan begitu nyata, sejak masa awal ketika Kesultanan berperang melawan belanda di bawah pimpinan Pangeran Awang Long Senopati, hingga pada masa setlah Proklamasi 17 Agustus 1945, tercatat beberapa putera terbaik daerah ini, turun melakukan perjuangan untuk mengibartkan sang Merah Putih.
Tersebutlah Muso Bin Salim, yang abadi menjadi nama salah satu jalan di Samarinda. Putera Kutai dari Kecamatan Muara Kaman ini, sangat pantas disebut sebagai pahlawan kemerdekaan, karena jasanya yang sangat besar dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Kalimantan, bersama beberapa keluarnya turun mengangkat senjata, bertempur melawan pasukan Knil, pada tahun 1947 silam.
Berawal dari terdesaknya pasukan Johan Massael salah seorang pimpinan pejuang pada 3 Desember 1947, yang harus berhadapan dengan pasukan Knil di Loa Kulu, dan terpaksa mundur ke Sanga-Sanga yang ketika itu dipimpin oleh pejuang bernama Runtu Rambi, yang berhasil mengibarkan Merah Putih selama 3 hari di wilayah, Johan kemudian ditugaskan untuk menuju Kalimantan Selatan melalui wilayah Ulu Mahakam.
Setelah melalui perjuangan berat dan medan yang sangat ganas, pasukan Johan Massael, yang berangkat melalui Air Putih Samarinda, akhirnya tiba di Bengkah Muara Kaman. Para gerilyawan ini bertahan di kebun ubi milik Muso Bin Salim, salah seorang tokoh masyarakat setempat, yang memiliki kepedulian terhadap kemerdekaan.
Dengan kepedulian itu, Muso kemudian memutuskan berangkat bersama Pasukan Johan Massael menmbus rimba kalimantan menuju Barabai, meninggalkan anak dan isterinya. Berbagai pertempuran dilakoninya, beberapa kali pasukan yang berjumlah hanya sekitar 160 orang ini, berhasil mengalahkan Knil, menembus kepungan dan bertahan.
Kepemimpinan Muso mulai terlihat di Sampirang (Kalsel), ketika pasukan mereka dikepung Knil, sehingga pucuk pimpinan secara fisik beralih ke Muso yang dengan sukses membawa pasukan selamat menembus kepungan musuh, bahkan dapat menyita sejumlah senjata musuh.
Namun sayang, setelah perjuangan yang memakan banyak pengorbanan harta, air mata, darah, dan nyawa itu, tidak begitu dihargai pemerintah. Muso yang layak menyandang gelar Pahlawan kemerdekaan dari tanah Kutai tersebut, mulai terlupakan seiring berlalunya jaman. Berbagai penghargaan yang diberikan pemerintahan pusat pada era Sukarno, meskipun tidak terbantahkan sebagai bukti otentik perjuangannya, tetap dianggap belum layak.
Seperti Muso yang mendapat penghargaan berupa pangkat Letnan Dua (Letda) TNI AD, Surat kehormatan dari Menteri Pertahanan RI Sultan Hamengkubuono IX, 2 Desember 1947, Penghargaan Pahlawan dari Presiden RI Sukarno 5 Juni 1960, Satya Lancana Perang Kemerdekaan 1 dan 2 dari Menteri Pertahanan RI, Ir Djuanda, 5 Juni 1960.
Masih banyak warga Kutai Kartanegara yang memiliki sumbangsih nyata dalam perjuangan, seperti Nek Rahman warga Muara Kumpa (Muara Kaman) yang mengibarkan merah putih di kebunnya melalui upacara penyerahan bendera tersebut, dan menyimpannya sampai akhir hayatnya.
Ketika pasukan RI yang kurang peralatan dan biaya kesulitan logistik, banyak warga Kutai yang memberikan bantuan, berupa tenaga dan bahan makanan, sampai kepada bantuan spiritual sebagai penyemangat pejuang, oleh tokoh setempat bernama Arsojoyo. Tidak hanya warga asli, bahkan warga keturunan Cina bernama Go Khie Than ketika itu, memberikan suplai logistik dalam jumlah besar kepada para pejuang.
Kini mereka semua telah berkalang tanah, perjuangan yang sangat besar ketika hampir terlupakan di tengah gemerlapnya kemajuan Kutai Kartanegara. Setelah sekian lama berdiam diri, kini beberapa putera Muso Bin Salim yang rata telah setengah baya, berusaha keras untuk mendapatkan pengakuan pemerintah mengenai perjuangan orang tua mereka.
Bukan sekedar untuk dihargai, namun ada rasa ingin menjelaskan kepada seluruh bangsa, bahwa di daerah ini ada Pahlawan Kemerdekaan, yang dengan pengetahuan militer sangat minim, namun memiliki keberanian besar, bertaruh nyawa untuk tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena Indonesia tanpa kemerdekaan Kutai dan Kalimantan, bukan NKRI yang utuh. (
rin)