DPRD Kutai Kartanegara
Warta DPRD: Tarik Tambang Ala Dishub-Polri Kukar

Tarik Tambang Ala Dishub-Polri Kukar

Didalam UU nomor 14/1992 telah jelas disebutkan bahwasanya kebijakan untuk menerbitkan SIM (Surat Ijin Mengemudi), sebenarnya merupakan wewenang Dinas Perhubungan. Bukan perkara yang selama ini disangkut pautkan dengan POLRI bagian LANTAS.
Apakah POLANTAS bisa dianggap mengangkangi UU tersebut? Jika menilik UU tersebut,memang pada konteksnya POLANTAS mengerjakan masalah yang semestinya bukan kompetesi mereka. Lantas, mengapa masyarakat pada umumnya selalu mengaitkan pengurusan SIM dengan bagian POLANTAS? Menanggapi hal ini, H Sahudi dari Dishub angkat wicara. sejak awal, pengurusan SIM sudah mutlak urusan Dinas Perhubungan. sayangnya, perkara yang ditangani Dishub tidak menyangkut sekelumit persoalan yang berkaitan dengan ketertiban. Perbedaan yang cukup mencolok antara Tupoksi Dishub dengan POLANTAS. Kinerja dishub mengedepankan pendekatan persuatif daripada ketegasan yang berujung pada denda. Namun, menurut Suhadi, apabila pengendara mencoba kabur, maka kami akan mengerjarnya hingga tertangkap, baru kemudian diserahkan pada pihak berwajib. Maka dari itu, peraturan dibuat bukan untuk dilanggar, apalagi menguntungkan pihak pembuatnya.
“Dishub hanya sekedar memperingatkan warga yang kebetulan tertangkap lalau sewaktu melintasis jalan raya. Tugas kami menunjukkan bagaimana berkendara di jalan dengan aman dan nyaman. Dan perihal penertiban memang menjadi tanggung jawab POLRI, dalam hal ini adalah POLANTAS,” terang H.Suhadi
Dengan prinsip “menganyomi masyarakat” para polisi berhak menertibkan pengguna lalu lintas di jalan raya. Selain itu, mereka juga berwenang menggelar razia rutin, guna menindak pengguna jalan yang menyalahi ketentuan yang telah ditetapkan dalam UU, baik mengenai kelengkapan atribut maupun surat-surat. Bahkan bagi yang tertangkap basah melanggar rambu lalu lintas,maka bagi yang bersangkutan biasanya dikenakan tilang plus denda siap menanti.
“Daripada ribet urusan dipengadilan, mending pilih damai dijalan. Meskipun harus membayar dengan biaya yang relatif lebih mahal,” tutur Syahrani, mahasiswa yang mengaku enggan mengenakan helm kala pergi ke Unikarta


(Foto: )
Dikatakan Syahrani, memakai helm dapat merusak tatanan rambutnya, yang biasa ia gubakan untuk menggait lawan jenisnya. Kalaupun terpaka, helm yang dia pakai bukanlah helm standar, melainkan helm biasa (helm ciduk).Lalu mengapa cah nom sepertinya risih membawa SIM dan STNK? Tindakan stealing street (penjambretan) mulai lepas kendali, pelakunya leluasa menlancarkan aksinya. Kurang awasnya mata Polisi, menimbulkan trauma diantara warga yang kebanyakan menjalankan aktivitasnya dengan melintasi jalan-jalan besar, semisal kawasan Timbau. Mengapa mereka trauma? Sebab mengurus ulang SIM serta STNK kelewat plintat-plintut, daripada saat pertama kali memberli motor atau mobil.
Minimnya kesadaran masyarakat, terutama yang usianya masih belia atau yang mengaku ABG memang wajar-wajar saja. Namun, mengingat maraknya kecelakaan lalu lintas dewasa ini, kesengajaan mereka yang enggan menunaikan kewajibannya dalam berkendara, dirasa meresahkan. Apalagi dengan seringnya anak-anak gaul yang melakukan manuver berbahaya dijalanan, membalap dari arah kiri, berbelok tanpa menyalakan lampu sen,
“Kami akan segera memperbaiki perpforma, sebab masyarakat lebih mengenal polisi daripada Dishub. Beberapa Munas telah digelar guna mengembalikan ke-eksisan Dishub yang sempat tertunda,” lanjut Sahudi
Apa rencana Dishub selanjutnya? Melalui lisan Suhadi, Dishub sudah merancang segelintir perencanaan. Sosialiasi helm standar menjadi item paling vital yang musti disampaikan. Penyebaran panflet juga bakal mewarnai lokasi-lokasi strategis di Tenggarong, lampu triwarna (merah-kuning-hijau) yang terletak di sejumlah perempatan akan kembali dihidupkan sebelum korban kecelakaan berjatuhan. Mahasiswa Unikarta dianggap patut dirangkul supaya kawan-kawan mereka lekas sadar. Paling tidak, Suhadi yakin sepenuhnya Dishubakan memenangkan kasus ini.Kesemua itu dengan catatan dananya cair, kalau masih “mampet pipanya” tetap sulit juga digalakkan.Lalu, langkah apa yang akan ditempuh POLRI? Kepolisian Kukar berkenaan dengan kasus ini, berjanji akan tampil lebih bergigi.
“Meskipun didenda berulang kali, para pengendara bukannya sadar, malah semakin menjadi seakan menantang polisi. Padahal mereka juga yang sebenarnya diuntungkan,” ujar Moko Kepolisian Kukar.
Kebijakan demi mengurangi kecelakaan dijalan raya salama ini, dinilai Moko kurang pas mengingat modenisasi jaman yang terus bergulir. Bukan tidak mungkin, Kukar 10 tahun kedepan bakal umpek-umpekan. Pria kelahiran kota “Gudeg” itu meramalkan kepadatan arus lalu-lintas Jakarta akan mermbat ke Tenggarong, apabila masalah ini tidak segera dicarikan solusi terbaik. Bagaimana dengan himbauan agar menyalakan lampu pada siang hari?
“Tidak ada imbas yang cukup berarti dari sosialisasi tersebut, kesan yang tampak malah pemborosan energi, selain itu silau mata memandang. Upaya demikian rada baik ketimbang tidak sama sekali, ” tukasnya
Bukan maksud POLRI lancang, Moko mengungkapkan apabila pihaknya tetap kekeh sejalan dengan Dishub, soal ajakan mematuhi ketentuan berlalu-lintas, kondisinya bisa semakin semrawut. Dia menganggap sebuah peraturan tanpa didampingi dengan sanksi yang tegas bagaikan ayam jago yang tak bertaji. Peluang Dishub memperoleh kembali haknya (soal SIM dan lainnya :red), memang terbuka lebar. Tapi, jika Dishub tetap tidak dapat bekerja lebih “sip”, POLANTAS akan setia berkoordinasi dengan mereka.
“Penegakan hukum musti diimbangi dengan penerapan sanksi yang tegas bagi pelanggarnya. Apa jadinya kalau cuma diingatkan saja? Perlu kita ingat, masyarakat era milenium sekarang tambah bandel jika disemprit,” ujarnya kesal.
Apa tanggapannya mengenai perjuangan Dishub untuk mengembalikan citra mereka lewat langkah pemindahan wewenang pembuatan SIM? Secara kelembagaan Moko mengaku tidak berani beragument, namun secara pribadi pria lajang itu tidak kelewat risau, dengan catatan Dishub tidak sekedar melakukan himbauan (persuatif) saja, melainkan juga penertiban (sanksi sesuai tingkatan pelanggaran).
“Ketegasan menciptakan kedisiplinan publik merupakan upaya menata kondisi yang stabil, termasuk keamanan. Dan jangan ketegasan dsalah artikan dengan membolehkan bertindak kasar. Kami, selaku POLISI tetap bekerja sesuai koridor hukum yang berlaku,” ungkap Edy Yusabar, Polisi pindahan dari Balikpapan 2 bulan yang lalu. (Fachrudin A. Abdillah)