DPRD Kutai Kartanegara
Warta DPRD: Belajar dari Kasus Lapindo dan Buyat

Belajar dari Kasus Lapindo dan Buyat


H Suriadi SHut, Anggota DPRD Kukar dari Fraksi AKR (Foto: dian)
PENGELOLAAN limbah yang tidak bijak dapat menjadi bencana. Tidak saja berdampak pada ketidakstabilan alam. Tapi juga pada kehidupan manusia.

Kasus pencemaran limbah di daerah ini terus menuai sorotan. Tidak saja datang dari aktivis lingkungan hidup yang kerap melakukan kritikan. Masyarakat korban pencemaran pun menuntut perusahaan pencemar limbah bertanggungjawab.

Hasil laporan Badan Pengawas Dampak Lingkungan Hidup (Bapedalda), ada 21 kasus pencemaran limbah di Kabupaten Kukar. Dan 12 kasus telah diselesaikan.

Meskipun ada penanganan pemerintah daerah. Tetap saja masih menyisakan persoalan berbuntut. Kasus pencemaran limbah di Kecamatan Samboja oleh perusahaan minyak, Total Final Elf, Vico dan Chevron, adalah contoh, betapa masalah pembuangan limbah di kecamatan itu masih menyisakan keluhan sebagian masyarakat. Masyarakat merasa belum puas atas kinerja Tim terpadu.

Memang penelitian dampak lingkungan telah dilakukan Tim terpadu. Namun mencari tahu apakah ada pencemaran lingkungan atau tidak? Bukanlah soal mudah. Seperti yang terjadi pada kasus pencemaran limbah di 9 desa Kecamatan Samboja, beberapa waktu lalu, masyarakat nelayan setempat juga mengeluhkan kinerja Tim terpadu. Mereka menganggap Tim yang pernah dijanjikan akan melaporkan hasil penelitiannya, ternyata lamban melaksanakan tugas.

Marwan SP yang ketika itu memfasilitasi kedatangan masyarakat tersebut, pun mengungkapkan, “Harusnya Bapedalda Kukar jangan tidur”. Persoalan ini hendaknya didengar serius oleh Tim terpadu yang telah dibentuk. “Jangan sampai keluhan masyarakat ditelantarkan,”tambah Marwan.

Pihak Bapedalda memang telah memfasilitasi pelbagai keluhan masyarakat mengenai limbah lewat Pos Pengaduan. Namun demikian, tegas Kepala Bapedalda, Ir Bahteramsyah, tidak semua pengaduan masyarakat langsung ditampung. Sebab kasus pencemaran di daerah ini cukup banyak.

“Jadi setiap kasus yang masuk akan dilakukan penelitian lapangan terlebih dahulu. Dan tentu saja kita butuh waktu, disamping mencari fakta kasus,” ungkap Bahteramsyah.

Kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) Kukar yang melimpah memang perlu pengelolaan yang bijak. Termasuk dalam pengelolaan limbah. Kasus Lapindo dan Teluk Buyat adalah pelajaran bagi pemerintah dan perusahaan. Pengelolaan SDA tanpa memperhatikan keseimbangan alam dapat merugikan banyak orang.

“Kita harusnya belajar dari kasus itu,”ungkap Suriadi S.Hut. Cukup Lapindo dan Teluk Buyat yang mengalaminya. Jangan sampai terulang di daerah ini. Karena itu, pihak pemerintah, instansi terkait dan perusahaan, harusnya proaktif menyikapi persoalan limbah. Terutama dari pihak Bapedalda. Kalau perlu lakukan evaluasi terhadap limbah sebulan sekali. “Kita harus terus melakukan tindakan preventif terhadap bencana limbah,”tegas anggota DPRD Kukar dari fraksi Amanat Keadilan Rakyat (AKR) itu. (GUGUN)