Minta Otonomi Khusus, Jika Pipanisasi Diberlakukan
 Pipanisasi gas alam cair PT Badak LNG melalui laut Bontang-Semarang, terus menuai sorotan (Foto: istimewa) |
|
|
|
RENCANA pemerintah pusat mewujudkan pipanisasi gas alam cair PT Badak LNG melalui laut Bontang-Semarang, Jawa Tengah, terus menuai sorotan. Kaltim akan meminta otonomi khusus, bila pemerintah pusat tetap merealisasikan pipanisasi.
DPRD Kutai Kartanegara tetap menolak rencana pemerintah pusat melakukan pipanisasi gas PT Badak LNG melalui laut Bontang-Semarang, Jawa Tengah. Penolakan tersebut juga dilakukan seluruh DPRD, Bupati dan Walikota se-Kaltim. Dipimpin oleh Wakil Gubernur Kaltim Yurnalis Ngayoh belum lama ini, menemui DPR-RI dan Ketua DPD Ginanjar Kartasasmita, untuk menyatakan penolakan.
Bahkan, apabila pemerintah pusat tetap memberlakukan pipanisasi, maka Kaltim akan meminta otonomi khusus. Otonomi khusus ini seperti yang terjadi di Aceh dan Papua. “Kita tetap menolak pipanisasi,” ungkap Ketua DPRD H Bachtiar Effendi, pada usai Sidang Paripurna DPRD, Selasa pekan lalu.
Pipanisasi ini akan merugikan masyarakat Kutai Kartanegara, bahkan seluruh Kaltim juga akan memberikan dampak luas bagi perekonomian masyarakat. Bukan hanya secara finansial, namun juga secara sosial ekonomi. Selain akan memperbesar angka pengangguran, pipanisasi juga akan mengurangi pendapatan Kaltim dari sektor migas. Kaltim akan kehilangan bagi hasil dari sektor migas lebih dari 3 Trilyun dan Kutai Kartanegara sendiri akan kehilangan 1,8 Trilyun dari pendapatan bagi hasil. “Hal ini sangat merugikan daerah kita,” kata Bachtiar.
Sebagai daerah penghasil gas, sudah sepatutnya masyarakat Kaltim dapat menikmati hasilnya. Bukan hanya dinikmati pemerintah pusat. Pembangunan jaringan pipa penyalur gas sepanjang 1.219 Km dan akan melintasi 3 propinsi yakni, Kaltim, Kalimantan Selatan (Kalsel) dan Jawa Tengah (Jateng) itu, dinilai banyak pihak sebagai upaya pemerintah pusat untuk kembali mengeruk kekayaan alam daerah.
Pipanisasi dengan nilai investasi lebih dari 15 triliun itu, akan disalurkan ke pulau Jawa untuk menambah pasokan gas di Jawa yang semakin menipis. Dengan dibangunnya jaringan gas jalur Bontang-Semarang diharapkan kebutuhan gas domestik dapat terpenuhi.
Pemerintah pusat bisa saja memiliki alasan kuat untuk melakukan pipanisasi. Namun kebijakan itu sangat merugikan Kaltim, sebagai daerah penghasil. Penolakan keras pun mewarnai hal tersebut. Walaupun tender telah dilakukan, namun masyarakat Kaltim tetap dengan tegas menolaknya. Masalah ini juga akan menambah panjang daftar permasalahan otonomi daerah. Sikap setengah hati pemerintah pusat terhadap pelaksanaan otonomi daerah, akan semakin nampak. Hak dan wewenang pemerintah daerah untuk dapat mengelola kekayaan alam di daerahnya menjadi terbatas.
Sehingga tidak berlebihan, bila masyarakat di Kaltim meminta untuk menjadi daerah otonomi khusus. Apabila pemerintah tetap memberlakukan pipanisasi. Seperti yang terjadi di Aceh dan Papua. (
pwt)