Tapal Batas Tanpa Peta
 Ketua Komisi I Ir Marten Apuy, Tapal Batas Desa Sangat Penting (Foto: ) |
|
|
|
Pada pertengahan September lalu, sebuah surat sampai ke meja Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kutai Kartanegara. Isinya meminta agar pihak BPN dan Dinas Pertanahan, serta pihak terkait lainnya untuk segera turun ke perbatasan, antara Desa Hambau dan Kembang Janggut.
Surat yang ternyata dikirim Tim Perwakilan Masyarakat Desa Hambau itu, meminta agar pihak terkait tersebut untuk segera menyelesaikan persoalan antara ke dua desa, yang dipicu sengketa batas. Tapal batas tanpa peta itu telah memanaskan warga ke dua desa di Daerah Aliran Sungai (DAS) Muara Belayan tersebut.
Tentu bukan tanpa sebab akhirnya warga ke dua desa bersitegang, dan tiba-tiba meributkan tapal batas yang sebenarnya tidak istimewa tersebut. Keberadaan PT Rea Kaltim Plantations, sebuah perusahaan pengembang perkebunan sawit, yang ingin membuka lahan di wilayah itu adalah penyebabnya.
Motif uang dan ekonomi memang terasa kuat di balik sengketa tapal batas desa. Warga Hambau melalui perwakilannya keberatan, atas MoU antara Desa Kembang Janggut dan PT Rea, yang menetapkan tapal batas tanpa mengundang Hambau.
Penetapan batas itu pula yang mengundang ketegangan, pasalnya warga Hambau merasa wilayah mereka telah masuk dalam kontrak antara Kembang Janggut dan PT Rea. Berbekalkan penetapan secara turun temurun, mereka mengklaim Ujung Saka Bere sampai Loa Bonah (wilayah sengketa) sebagai bagian integral desanya.
Klaim Hambau tentu saja dibantah Kembang Janggut, dengan dalih yang sama mereka juga mengklaim lokasi tersebut, sebagai kawasan tidak terpisahkan dari Kembang Janggut, dan berhak melakukanMoU serta menikmati Comdev dan fee yang berasal dari perusahaan.
Saling klaim itu tentu saja dapat dihindari, apabila ke dua pihak tidak saling mengambil keputusan sepihak. Terobosan Warga Hambau yang meminta tim untuk melakukan pemetaan di lapangan guna mendapatkan tapal batas sebenarnya, cukup positif untuk segera direspon.
Selama ini ada berbagai pihak yang merasa persoalan tapal batas desa, adalah masalah kecil. Padahal dengan semakin terbukanya Kutai Kartanegara terhadap investor yang hendak menanamkan modalnya, masalah tapal batas segera akan menjadi penting. Pengaruh ekonomi menjadi dorongan kuat, bagi desa-desa untuk saling klaim wilayah.
Terhadap persoalan ini, Ir Marten Apuy Ketua Komisi I, dalam sebuah pertemuan dengan Warga Ritan Baru, memang telah mengimbau pihak berwenang, terutama Bagian Pemerintahan Desa (Pemdes). Agar segera melakukan langkah-langkah pemetaan batas administrasi desa.
Menurutnya persoalan tapal batas desa tidak lagi boleh diabaikan, karena telah banyak desa yang saling berebut lokasi, ketika ada perusahaan masuk ke wilayah tersebut. Padahal pemetaan wilayah administrasi desa belum dilakukan. Saling klaim saja tentu tidak masalah, namun bila hati berbagai pihak panas, tentu menjadi soal krusial.
Seperti Hambau dan Kembang Janggut yang biasanya rukun, akhirnya saling bersitegang, lantaran tidak jelasnya tapal batas ke dua desa. Peristiwa semacam ini sangat rentan terhadap penyusupan dan provokasi pihak tertentu, sehingga mau tidak mau harus dilakukan lagi pengukuran batas, tidak bisa lagi mengandalkan batas tanpa peta. (
rin)