Terima DPRD Pasaman Barat dan Luwu Utara
 (Foto: dian) |
|
|
|
KUTAI Kartanegara memang sebuah kabupaten dengan banyak pesona, tidak hanya di bidang sosial ekonomi dan pariwisata saja, tetapi juga berbagai produk hukum, pola serta kemajuan pembangunannya, menjadi daya tarik bagi daerah lain datang, guna melihat dan mempelajari kemajuannya.
Tidak henti-hentinya berbagai lembaga daerah lain datang mengunjungi Kukar, seperti rombongan DPRD Pasaman Barat dan Luwu Utara, yang bertandang secara bersamaan pada Senin (16/10) lalu. Kedua daerah tersebut ingin menggali ilmu yang lebih banyak dari Kukar, terutama mengenai keberhasilan mengelola keuangan dan mengatur sumber daya alamnya.
Sebagai daerah yang telah lebih dahulu menikmati otonomi, Kukar dipandang berpengalaman dalam mengelola keuangannya. Terlebih dengan adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005 serta Peraturan Mendagri Nomor 13 Tahun 2006, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, baik Pasaman Barat maupun Luwu Utara menilai hanya daerah ini yang lebih siap dalam menghadapinya.
Kedua daerah yang letaknya sangat berjauhan tersebut (Pasaman Barat di Sumatera dan Luwu Utara di Sulawesi) juga menanyakan, tentang hubungan Pemkab dengan perusahaan, apakah ada peraturan yang melandasainya serta bagaimana keberadaan pusat pertambangan dapat memberikan nilai lebih bagi rakyat di sekitar lokasi.
Karena banyak daerah akhirnya gagal, dalam memberikan kemakmuran bagi rakyatnya baik ketika masa tambang maupun sesudah tambang ditutup. Keberadaan perusahaan di berbagai lokasi seringkali tidak memberikan pengaruh apapun suatu daerah, kecuali rusaknya lingkungan dan menderitanya rakyat setempat.
 Penyerahan Cinderamata (Foto: dian) | |
|
|
Menjawab pertanyaan tersebut, DPRD Kutai Kartanegara yang Dipimpin Ir Yusuf AS, Didampingi Ketua Komisi I Ir Marten Apuy, Ketua Komisi IV H Ali Hamdi ZA SAg, Komisi II H Suryadi SHut, dan Komisi III Edi Mulawarman dan Sekretaris Dewan DR Ir HM Aswin MM serta instansi terkait, menegaskan, tidak ada persoalan yang berarti mengenai perusahaan tambang di daerah ini.
Antara Pemkab dan Perusahaan telah ada rambu-rambu yang mengatur kewajiban ke dua pihak sejak jaman Orde Baru. Setiap investor yang berusaha di daerah ini, wajib menyisihkan penghasilannya bagi masyarakat di sekitar lokasi tambang.
Aswin yang mantan Anggota Dewan tersebut juga menjelaskan, pola pertambangan di Kukar berbeda dengan wilayah lainnya, seperti Kalimantan Selatan (Kalsel).
Di daerah ini setiap perusahaan diwajibkan untuk membangun jalan tamabang sendiri, sehingga tidak menganggu kondisi infrastruktur jalan yang ada.
Dengan berbagai pendakatan antara Pemkab dan perusahaan, rakyat juga menjadi lebih diuntungkan, sehingga tidak ada yang merasa dirugikan dengan beroperasinya perusaahn di wilayahnya. Kalaupun ada, hanya tuntutan segelintir masyarakat, merasa tidak puas dengan kondisi di daerahnya.
 (Foto: ) | |
|
|
Kukar sendiri dalam beberapa waktu terakhir merasakan keberadaan perusahaan di daerah ini, belum memberikan kontribusi yang maksimal bagi kemajuan daerah. Bayangkan saja, dari beberapa metrik ton batu bara yang diangkut dari perut bumi, Kukar hanya mendapatkan setengah dolar.
“Dibandingkan dengan kerusakan lingkungan yang telah terjadi, memang Nampak tidak sepadan, sehingga kita akan kembali memperjuangkannya agar dapat pembagian yang lebih dari itu,” kata Yusuf AS. (
rin/dian)