Bila Seorang Dokter Terima Gaji Hanya Rp750 Ribu
 Wakil Ketua Ir HM. Yusuf AS dan Ketua Komisi IV HM.Ali Hamdi ZA SAg (Foto: murdiansyah) |
|
|
|
Bayangkan bila seorang dokter menerima gaji hanya Rp750 ribu rupiah, di Kutai Kartanegara, kabupaten yang kaya. Hal itu memang benar-benar terjadi, namun untungnya hanya sebuah kesalahan teknis, bukan nominal upah yang sebenarnya.
Kepala Dinas Kesahatan Kukar, Dr H Abdurahman, dalam sebuah pertemuan segitiga, antara Dinkes, para Dokter, dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Difasilitasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Kartanegara, di Gedung Dewan Rabu (19/10), mengakui persoalan gaji tersebut memang terjadi, namun penyebabnya hanya lataran kesalahan teknis semata.
Persoalan bermula pada Januari 2006 lalu, ketika BKD tidak lagi menyertakan tunjangan fungsional dalam SK gaji para Dokter, dengan persepsi, tunjangan fungsional tersebut merupakan bagian tidak terpisahkan dari anggaran kantor kesehatan.
 Kadis Kesehatan dan Direktur AM Parikesit Tenggarong (Foto: murdiansyah) | |
|
|
Namun sayangnya, Dinas Kesehatan sendiri tidak menyertakan tunjangan yang besarnya mencapai Rp2 Juta Rupiah itu, dalam draft anggarannya. Sedangkan bendahara tidak berani membayarkan tunjangan para Dokter, apabila tidak ada SK dari BPKD. Sehinga mau tidak mau mereka hanya menerima uang seperti tercantum dalam SK, Rp750 Ribu Rupiah.
Seraya ingin menegaskan persoalan tunjangan fungsional itu memang sebuah kesalahan pahaman teknis semata, Abdurahman juga menjelaskan, telah ada pembicaraan dengan pihak BPKD. Hasil pertemuan itu memberikan rekomendasi yang isinya, BPKD akan segera menerbitkan SK pembayaran fungsional, dan tidak berapa lama lagi hal itu akan terlaksana.
Sementara itu, Sekretaris BKD Wilmar Sinaga menjelaskan, latar belakang pihaknya tidak mencantumkan tunjangan fungsional dalam SK Gaji, lantaran memandangnya sebagai persoalan teknis. Karena menjadi bagian teknis, dan memang semestinya ditangani instansi teknis, akhirnya dihapuskan.
 Para Dokter, Gaji Mereka Rp750 Ribu (Foto: Murdiansyah) | |
|
|
Menurut Wilmar, berbagai instansi juga diperlakukan demikian, BKD hanya menerbitkan SK gaji. Sedangkan tunjangan fungsional dan insentif ada pada dinas bersangkutan. Seperti para guru, tunjangan fungsionalnya tidak melalui BKD, namun langsung ditangani Disdik.
Selama ini pihak Disdik dan instansi lainnya tetap membayarkan tunjangan fungsional dengan lancar, sehingga tidak ada guru yang melakukan aksi protes, ataupun mengajukan pengaduan kepada wakil mereka di DPRD. Anggaran teknis semestinya memang berada pada dinas, bukan pada daerah.
Namun demikian pihak BKD mengaku siap untuk menerbitkan SK pembayaran tunjangan fungsional, asalkan telah mendapat kesepakatan semua pihak. Pada dasarnya BKD akan siap menerbitkan SK, sepanjang telah masuk daftar angaran dinas dan disetujui Pemerintah Daerah.
Pihak DPRD sendiri yang Dipimpin Ir H Yusuf AS, dan Ketua Komisi IV Drs HM Ali Hamdi ZA SAg, serta beberapa Anggota Komisi seperti H Masruni Adjus dan H Syarifuddin serta Yusrani Arran, mengeluarkan pernyataan “mendesak” pihak BKD untuk segera menerbitkan SK Tunjangan Fugsional.
Selaku wakil rakyat mereka juga mengharapkan, setelah semua tututan dipenuhi dan berbagai fasilitas perlahan-lahan dilengkapi, Dokter dan Paramedis lebih meningkatkan lagi pengabdiannya kepada masyarakat. Tidak memandang status kaya atau miskin ada uang atau tidak, hendaknya pelayanan terhadap calon pasien diperbaiki lagi. (
rin/dian)