Mahasiswa Unmul Kuliah di DPRD Kukar
190.jpg) DR Ir HM Aswin MM, saat menyampaikan materi Ilmu Pemerintahan dalam Kuliah Lapangan (Foto: pwt) |
|
|
|
SEBANYAK 47 mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Pemerintahan (FISIP) Program Integratif Ilmu Pemerintahan Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Senin(18/12), melakukan kunjungan ke DPRD Kukar dalam rangka studi lapangan.
Rombongan mahasiswa yang diketuai DR Adam Idris itu disambut langsung Ketua DPRD Kukar H Bachtiar Effendi dan Sekretaris Dewan DR Ir HM Aswin MM serta staf sekretariat dewan.
Adam Idris, dalam sambutannya, mengatakan, tujuan kunjungan mahasiswa Program Integratif IP, terutama dalam memilih DPRD Kukar sebagai tempat praktik, sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari penerapan Program Gerbang Dayaku. “Salah satunya hal ini maksud kunjungan kami, selain juga mempelajari proses pembuatan peraturan daerah yang ada di Kukar,”ujarnya.
Selama ini, ungkap Idris, Kukar adalah bagian daerah percontohan dalam penerapan Otonomi Daerah (Otoda). Keberhasilan daerah ini membangun tentunya tidak dapat dilepaskan dari grand strategy pembangunan yang diterapkan: Gerbang Dayaku.
“Itu sebabnya, kami sangat perlu mempelajari tata pemerintahan daerah ini. Terlebih lagi, kami juga ingin mengetahui kinerja pembuatan peraturan-peraturan daerah ini,”papar Idris. Termasuk, landasan-landasan hukum yang dipakai dalam penerapan kebijakan publik di Kukar.
 Ruang diskusi pun dibuka dalam kuliah lapangan (Foto: pwt) | |
|
|
Bachtiar Effendi dalam sambutannya sangat mendukung studi lapangan mahasiswa FISIP Unmul Program Integratif IP, itu. Menurutnya, proses belajar semacam ini hendaknya terus diprogramkan. “Kita tentu sangat sulit berkembang jika belajar hanya teroritis saja tanpa mengetahui langsung ilmu praktisnya,”ungkap Bachtiar. Seperti halnya Program Gerbang Dayaku, yang menjadi ide dasar pembangunan daerah ini, sangat penting untuk dikaji. Terlebih lagi, dalam hal penerapannya di era otoda seperti saat ini.
Sementara itu, HM Aswin, dalam presentasinya mengenai prosedur legislasi daerah, mengatakan, sebenarnya tidaklah cukup jika mempelajari proses pembuatan peraturan daerah itu hanya dalam waktu 3 jam. “Minimal setengah bulan,”ujarnya. Sebab, menurutnya, pembuatan peraturan daerah itu tidaklah cukup dalam waktu sehari. “Ada mekanisme-mekanisme yang berlaku, dan harus dilalui dalam proses legislasi”.
Mengapa ada mekanisme dan landasan hukum yang harus dilalui? Sebab, ungkap Aswin, membuat peraturan daerah di era Otoda tidaklah sama pada saat era Orde Baru. “Saat ini, pemberdayaan daerah tidak saja menyangkut kewenangan dalam mengelola kekayaan alamnya saja. Tapi juga menyangkut kemampuan mengelola peraturan yang dibutuhkan daerah,”paparnya.
Kendati ada kewenangan semacam itu, Aswin menjelaskan, tetap ada landasan hukum atau peraturan yang jadi pijakan dalam kerja legislasi daerah. Bahkan, kata Rektor Kepala Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) itu, kalau perlu setiap peraturan-peraturan yang dirancang, hendaknya disosialisasikan dan diuji oleh pelbagai unsur masyarakat. “Ini dimaksudkan sebagai upaya membangun transparansi publik,”ungkapnya.
 H. Bachtiar Effendi, saat memberikan cendramata kepada DR Adam Idris (Foto: pwt) | |
|
|
Meski mekanisme uji publik belum begitu optimal dilakukan para pembuat aturan. Aswin tetap optimis, langkah itu setidaknya ada pernah dilakukan. “Sekarang untuk melihat dan menilai kinerja anggota dewan Kukar dapat kami sosialisasikan lewat majalah Garda Rakyat dan website dprdkutaikartanegara.go.id,”jelasnya. (
gu2n/pwt/dian)