DPRD Kutai Kartanegara
Warta DPRD: Ditemukan, Proyek Sudah Cair Tapi Tidak Jalan

Ditemukan, Proyek Sudah Cair Tapi Tidak Jalan


Mahdalena. AH (Foto: doc)
Ketika Bupati Drs H Syaukani HR MM sedang giat-giatnya membangun dengan cita-cita menjadikan Kukar dan warga masyarakatnya makmur serta sejahtera, ternyata masih ada saja oknum-oknum nakal, yang ingin menarik keuntungan pribadi dari berbagai proyek pembangunan yang sedang dijalankan.

Seperti yang terjadi di RT 9 Kelurahan Muara Jawa Tengah, Kec Muara Jawa. Sebuah proyek Poliklinik desa senilai Rp56 Juta yang telah masuk buku putih dan telah cair 30 persen, tidak satu batapun terlihat telah disusun sebagai tanda dimulainya kerja. Hal itu diungkapkan Hj Machdalena AH Anggota Fraksi Golkar DPRD Kukar kepada dprdkutaikartanegara.go.id, beberapa waktu lalu.

Ditambahkan, tidak kunjung berjalannya proyek tersebut, tentu saja mengecewakan harapan masyarakat setempat, yang telah sejak lama menantikan pembangunan poliklinik di desanya. Bahkan demi pembangunan sarana kesehatan itu, masyarakat setempat mewakafkan tanah mereka kepada pemerintah, agar pembangunan Polikdes segera dilaksanakan.

“Hal ini tentu menjadi sebuah catatan buruk, padahal ini bukan salah pemerintah apalagi Bupati, tetapi murni hasil kerja oknum kontraktor yang memanfaatkan kesempatan,” tukas Machdalena.

Dijelaskannya, selaku wakil rakyat dari kecamatan tersebut dan anggota legislatif yang memiliki hak kontrol, dirinya merasa berhak menanyakan Proyek Poliklinik yang dikerjakan oleh CV GB itu, apalagi masyarakat yang kecewa kemudian mengadu padanya. Karenanya, kepada komisi terkait diharapkan untuk segera melakukan penelusuran serta tindak lanjut terhadap persoalan itu.

Demikian pula terhadap Dinas PU, Machdalena mengharapkan langkah pro aktif agar tidak terjadi lagi dikemudian hari.
Tidak hanya mengenai terbengkalainya proyek yang telah turun dananya saja, pihaknya juga berharap agar beberapa proyek yang telah selesai dikerjakan untuk tidak masuk lagi kedalam buku putih, hal itu sama saja dengan mubazir serta membuang dana. Apanya yang dibiayai apabila proyek yang tercantun itu telah selesai dalam tahun anggaran sebelumnya.

“Ini tidak main-main, saya menemukannya sendiri, proyek yang telah dikerjakan dan telah selesai, kembali masuk dalam buku putih tahun ini,” ungkap Macdalena.

Proyek dimaksud, tambahnya, adalah proyek semenisasi Gang Harmoni RT 8 Kelurahan Muara Jawa Ulu. Proyek tersebut telah selesai dalam tahun anggaran sebelumnya, dan tidak ada kerusakan sedikitpun, namun dalam buku putih kali ini tetap tercantum. Hal itu tentu menjadi pertanyaan, apakah ada salah catat, atau memang ngawur dan apabila turun, lantas dananya mau dikemanakan.

SERET KONTRAKTORNYA

Sementara itu, ketika media ini ingin mengkonfirmasi kepada H Setya Budi selaku Ketua Komisi II yang menangani bidang tersebut, yang bersangkutan tidak ada di tempat. Namun, beberapa anggota komisi yang berhasil ditemui menegaskan, apabila memang benar ada kontraktor seperti dikatakan Macdalena, maka kontraktornya mesti diseret kemeja hijau, lantaran tidak menjalankan kewajibannya, dan itu sama saja dengan menipu pemerintah.

“Mestinya kontraktor seperti itu segera diusut dan diseret kemeja hijau, bila belum laksanakan kewajibannya sedangkan hak sudah dipenuhi,” tukas G Asman G kepada media ini.



Ir. Irwan Mukhlis (Foto: doc)
Ditambahkannya, Dinas PU mesti pro aktif dalam mengatasi hal seperti ini, apabila kontraktor nakal tersebut bernaung di bawah perusahaan, maka perusahaannya juga mesti masuk dalam daftar hitam, tidak boleh menjalankan proyek-proyek lagi di daerah ini. Untuk itu, Asman akan segera mengusulkan pada anggota komisi lainnya untuk segera memanggil Dinas PU dan mengkonfirmasi persoalan ini.

Anggota Komisi II lainnya, Irwan Muchlis SE menandaskan, sebenarnya tidak hanya proyek menyimpang saja yang mesti menjadi sorotan, lebih dari itu, Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 80, semestinya proyek-proyek poorfinanciring dan multi years, disudahi saja. Apalagi bila dicermati, ternyata proyek-proyek tersebutlah yang menyebabkan anggaran daerah selalu defisit.

“Itu terjadi lantaran kita hanya selalu bayar utang dan bayar utang saja,” tandas pria berperawakan gembul ini. Muchlis menyarankan, agar daerah memiliki cashflow, sebuah dana cadangan yang diambil dari sisa anggaran yang ada. Hal itu dimungkinkan apabila pemerintah tidak menjalankan proyek-proyek multi years dan poorfinaciring serta menggunakan anggaran sebesar 80 persen saja, apabila dana cadangan tidak mencukupi, baru proyek poor financiring dijalankan.

(rin)