DPRD Kutai Kartanegara
Warta DPRD: Hindari Terulangnya Kembali Petaka Purbakala

Hindari Terulangnya Kembali Petaka Purbakala


Benda purbakala peninggalan leluhur bangsa (Foto: istimewa)
KETIKA itu sekitar tahun 1991-1994, paceklik melanda masyarakat Kecamatan Muara Kaman Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). Musim kemarau membakar. Tanah subur di kampung pun mengering. Pencarian ikan oleh nelayan terhenti, lantaran air sungai yang surut.

Nelayan bagi masyarakat hulu Muara Kaman telah lama menjadi mata pencarian. Hari-hari masyarakat disana mengais rezeki dari aliran muara sungai. Disamping menjala ikan, penduduk pun ada yang berladang. Namun, roda kehidupan itu pun sempat berhenti, ketika kemarau menyengat ubun-ubun.“Hidup ketika itu benar-benar sulit,”tutur Asminan Ramadan, 52 tahun, warga kampung tengah Muara Kaman.

Namun, kondisi paceklik tersebut tidak membuat masyarakat berpangku tangan. Mencari rezeki pun terus dilakukan. Segala upaya bertahan untuk hidup digerakan. Hingga pada puncaknya, masyarakat beramai-ramai mencari “harta karun” di kawasan yang dianggap meninggalkan benda-benda sejarah.

Awalnya, seperti diceritakan Asminan, yang juga sukarelawan pemelihara Situs Purbakala, pencarian benda-benda sejarah itu tidaklah sengaja dilakukan masyarakat. Seorang penduduk setempat yang ketika itu sedang mencangkul tanah di kawasan Tanjung Gelombang, tiba-tiba menemukan kepingan benda antik berupa guci dan keramik.

Penemuan yang tidak sengaja itu, akhirnya didengar penduduk setempat. Berburu benda-benda yang tidak saja sekadar benilai uang, tapi juga sejarah itu pun kemudian menjadi pilihan untuk bertahan hidup. Alhasil, tidak sedikit masyarakat menemukan benda-benda purbakala kuno. Ada guci; kramik China; kepingan perunggu; hingga patung-patung emas.

Penggalian liar yang dilakukan masyarakat tersebut akhirnya tercium aparat berwajib. Asminan mengungkapkan, saat itu penggalian benda-benda yang diklaim purbakala dihentikan. Pemerintah daerah pun melarang masyarakat menggambil dan menjual benda-benda itu.”Saat itulah masyarakat pun berhenti melakukan penggalian liar,”ucapnya.

Masyarakat Kaltim, khususnya Kukar memang seharusnya bangga dan menjaga benda-benda sejarah tersebut. Penggalian liar bukan saja berdampak pada hilangnya nilai budaya. Tapi juga akan merugikan masa depan peradaban negeri ini.

Keberadaan benda-benda purbakala di Muara Kaman merupakan tonggak awal bangsa Indonesia.”Ini aset nusantara sekaligus kekayaan pariwisata di daerah ini,”ungkap Dwi Cahyono, arkeolog asal Malang, Senin (15/1), via hubungan seluler.

Dia juga mengatakan, keberadaan banda-benda purbakala yang ada di Kabupaten Kukar saat ini memang sepantasnya mendapat perhatian yang serius dari pemerintah. Dwi yang juga terlibat dalam penelitian arkeologis di Bukit Berubus Muara Kaman, belum lama ini, menjelaskan, jika ingin pariwisata di Kukar lebih maju, gali dan pelihara potensi budaya leluhurnya.”Selama ini perhatian terhadap aset Muara Kaman masih kurang,”ungkapnya. Itu sebabnya, tambahnya, dalam penelitian yang dilakukan pada tahap III, bulan Sepetember tahun lalu, merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnnya.

Dosen sejarah Universitas Negeri Malang (UNM) itu mengatakan, ada 3 perihal dalam penelitian tahap III. Pertama, melakukan ekskavasi (penggalian data) lanjutan. Kedua, rekonstruksi situs Muara kaman. Ketiga, penulisan dan penerbitan buku mengenai keberadaan situs tersebut.

Penelitian purbakala yang dilakukan berdasarkan MOU antara Pemkab Kukar dan Universitas Negeri Malang itu, ujar Dwi, merupakan jalan pembuka untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Itu sebabnya, arkeolog yang telah tiga kali melakukan penilitan di Muara Kaman itu menyarankan, agar Pemkab melengkapi fasilitas pendukung wisata, seperti museum situs purbakala di daerah itu. ”Ini aset wisata daerah dan negeri ini. Kita harus tetap melestarikannya,”ucap Dwi. (gugun)