DPRD Kutai Kartanegara
Warta DPRD: Awas! Proposal Fiktif, Bagian Sosial Perlu Database

Awas! Proposal Fiktif, Bagian Sosial Perlu Database


H Ali Hamdi ZA SAg (Foto: humas dprd)
APBD Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) tahun ini diproyeksikan sekitar Rp3,7 triliun. Dari ”terawang” anggaran tersebut, untuk alokasi dana bantuan sosial (bansos) diproyeksikan hanya sekitar Rp100 miliar. Namun dari permohonan masyarakat yang masuk ke bagian sosial Pemkab Kukar sejauh ini telah mencapai sekitar Rp4,9 triliun. Melebihi anggaran yang dipatok.

Besarnya permohonan yang masuk tersebut telah menunjukan masih besarnya pula ketergantuangan masyarakat terhadap pemerintah daerah ini. Perihal inilah yang juga menjadi keheranan sejumlah anggota dewan Kukar.

H Ali Hamdi ZA SAg, Ketua Komisi IV, mengatakan, besarnya permohonan yang masuk ke bagian sosial tersebut tidak saja menunjukan masyarakat daerah ini masih menggantung pada pemerintah. Tapi juga menggambarkan lemahnya daya kemandirian masyarakat. ”Ini memang persoalan yang sedang dihadapi pemerintah,”ujarnya, Rabu pekan lalu di Ruang Komisi IV Kantor DPRD Kukar.

Menurut dia, besarnya permohonan yang masuk tersebut tidak semuanya mudah dikabulkan. Ada mekanisme dan evaluasi segala berkas yang masuk. ”Ini dimaksudkan agar tidak terjadinya penyimpangan dan kesalahan dalam penyaluran dana,”ucap Ali.

Lebih lanjut, Ali menuturkan, bahwa dalam Peraturan Menteri (Perrmen) Nomor 58 Tahun 2006 menyangkut persoalan bansos, ”Bantuan sosial dalam penyalurannya tidak bolah diberikan secara berturut-turut”. Itu sebabnya, agar tidak terjadi pemberian bantuan yang terulang-ulang dengan nama orang atau lembaga yang sama, Ali menyarankan, agar pihak bagian sosial memiliki database yang dapat menghindari meledaknya permohonan yang masuk.

Sementara itu, hal senada juga diungkapkan Suriadi SHut, anggota dewan Komisi II bidang perekonomian dan pembangunan. Di menyarankan, untuk membendung besarnya permohonan bantuan yang masuk setiap tahunnya, bagian sosial hendaknya lebih teliti terhadap segala berkas proposal yang masuk.

”Apakah benar sebuah lembaga atau organisasi itu ada keberadaanya,”ucap Suriadi. Paling tidak sebuah lembaga, yayasan ataupun organisasi yang memohon bantuan diketahui keberadaannya oleh kelurahan dan kecamatan. Termasuk badan hukumnya. ”Ini untuk menghindari adanya proposal fiktif atau permohonan hanya modal setempel,”tegasnya. (gu2n)