Tertib Administrasi, Tekan Proposal Fiktif
 H Ali Hamdi ZA SAg (Foto: humas dprd) |
|
|
|
UNTUK tahun 2007, pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) hanya mengganggarkan bantuan sosial (Bansos) sekitar Rp100 miliar. Padahal seperti diberitakan sebelumnya, bahwa permohonan yang masuk ke bagian sosial hingga kini telah melebihi Rp 100 miliar, yakni sekitar Rp4,9 triliun. Dan bisa jadi jumlah permohonan yang masuk bisa bertambah lagi, bila tidak ada pendataan dan informasi soal bansos yang jelas kepada masyarakat.
Besarnya pemohon bantuan yang masuk ke bagian sosial menunjukan masih lemahnya daya kemandirian ekonomi masyarakat. Bahkan ujar anggota DPRD Kukar, H Ali Hamdi ZA SAg, saat ditemui dprdkutaikartanegara.go.id diruang kerja komisi IV, mengatakan, ”Besarnya permohonan yang masuk ke bagian sosial tersebut menggambarkan bahwa masyarakat di daerah ini juga masih menngantung dengan pada pemerintah daerah. Dan belum dikatakan berdaya soal kemandirian ekonomi”.
 Ir Irwan Muchlis (Foto: humas dprd) | |
|
|
Harusnya, tambah Ali, soal dana sunatan, pernikahan dan termasuk pengeluaran biaya hanya untuk kepentingan konsumtif pribadi, tidak seharusnya diminta ke bagian sosial. ”Kan terlalu berlebihan hingga soal biaya kawin, temasuk buka usaha salon dibebankan ke bagian sosial,”ungkapnya.
Untuk membandung besarnya permohonan bantuan bansos, Ali menyarankan agar bagian bansos Pemkab Kukar hendaknya lebih selektif memfilter proposal yang yang masuk. ”Ini untuk pemerataan distribusi dana bansos, termasuk untuk membandung proposal bantuan yang masuk hanya itu-itu saja,”ucapnya.
Sementara itu, anggota DPRD Kukar lainnya, Ir Irwan Muchlis malah menyarankan, agar bagian Kesejahtaraan Masyarakat (Kesra) Sekretariat Kabupaten Kukar melakukan tertib administrasi. ”Dalam hal ini hendaknya setiap penerima bansos diwajibkan membuat laporan pertanggungjawaban,”ujarnya.
Selain itu menurut Irwan, pentingnya setiap penerima bansos membuat laporan pertanggungjawaban ke Kesra, tidak saja menghindari masuknya proposal bantuan fiktif, tapi juga sekaligus sebagai upaya menginventarisir data aspirasi masyarakat yang masuk.
Lain halnya dengan Suriadi SHut. Anggota dewan Komisi II Bidang Perekonomian dan Pembangunan itu menyarankan, agar tidak terjadinya ”gelombang” proposal bantuan yang berlebihan di daerah ini, pemerintah daerah khususnya bagian terkait dalam penyaluran bansos harus membuat pendataan yang selektif. ”Kita kan bisa tahu bila ada databese yang akurat mengenai proposal-proposal bantuan yang masuk,”ujarnya.
 Suriadi SHut (Foto: humas dprd) | |
|
|
Termasuk, tandas Suriadi, ”Apakah benar sebuah lembaga atau organisasi itu keberadaanya memang benar-benar ada”. Dan harusnya juga berdirinya sebuah lembaga, yayasan ataupun organisasi disuatu tempat diketahui keberadaannya oleh kelurahan dan kecamatan. Termasuk badan hukumnya dan proposal bantuannya.”Ini sekaligus untuk menghindari adanya proposal fiktif atau permohonan hanya modal setempel,”ucapnya. (
gu2n)