Komisi IV: Waspadai Bahaya DBD Meningkat
 Komisi IV (Foto: gu2n) |
|
|
|
MEWABAHNYA penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kutai Kartanegara menarik perhatian DPRD. Dihimbau agar instansi terkait dapat serius menanganinya.
Demam berdarah dengue (DBD), yang biasa disebut demam berdarah adalah salah satu penyakit musim hujan. Penularannya melalui nyamuk Aides Aegypti. Setelah binatang yang membawa bibit demam berdarah ini menggigit korbannya, diperlukan masa inkubasi 4-6 hari. Saat itu penderita mulai mengalami demam tinggi, nafsu makan hilang, muntah, dan nyeri di ulu hati. Selanjutnya, timbul bintik merah di kulit yang mirip gigitan nyamuk. Penderita juga biasanya didera sakit kepala, nyeri otot, sendi, tenggorokan terasa kering, dan tulang, serta merosotnya jumlah sel darah merah (trombosit).
Kutai Kartanegara, adalah salah satu daerah endemik terhadap penularan DBD. Sehingga banyak korban yang telah terjangkit. RSUD AM Parikesit, sampai pekan lalu, menampung lebih dari 20 pasien DBD. Bahkan dua diantaranya dinyatakan meninggal dunia. Daerah ini kemudian dinyatakan masuk kategori kejadian luar biasa (KLB).
Menanggapi hal ini secara khusus Komisi IV DPRD, belum lama ini, melakukan koordinasi bersama Dirut RSUD AM Parikesit Tenggarong, Kepala Dinas Kesehatan serta bagian BPKD. Terkait dengan pelayanan dan penanganan korban DBD yang terus berjatuhan.
Diakui bila penyakit ini dibiarkan berlarut-larut, penderita akan memasuki fase kritis. Suhu badannya cenderung turun. Penderita merasa lemah, gelisah, serta berkeringat. Kaki dan tangan terasa dingin, denyut nadi sukar diraba, dan kesadaran hilang. Biasanya itu diikuti pula dengan mimisan, muntah, dan kotoran berdarah. Jika tidak segera diobati dengan memberikan cairan infus, kondisi penderita akan memburuk dan terjadi syok yang berakhir pada kematian.
 Dirut dr Teguh Widodo dan Kadinkes Kukar dr H Abdurrahman (Foto: gu2n) | |
|
|
Untuk pertolongan pertama, dianjurkan minum banyak air, minum obat penurun panas, dan dikompres dengan air hangat. Begitu masa kritis lewat, pendarahan akan berhenti dan nafsu makan kembali membaik. Melakukan pengobatan di Rumah Sakit merupakan pilihan bijak dalam kasus ini.
Sehingga jumlah pasien terus membludak, terpaksa mereka harus ditempatkan dilorong-lorong rumah sakit. Bahkan mengubah aula rumah sakit menjadi ruang perawatan. Keterbatasan fasilitas ini, membuat pelayanan rumah sakit tidak maksimal.
Dirut RSUD Teguh mengungkapkan bahwa rumah sakit secara maksimal telah memberikan pelayanan terbaiknya. Namun dengan keterbatasan fasilitas, wajar saja bila banyak kekecewaan yang dirasakan pasien. “Namun kami berupaya dengan maksimal”, katanya.
Ketua Komisi IV HM Ali Hamdi ZA Sag, mengungkapkan bahwa sebagai penyakit yang begitu mudah penyebarannya, diperlukan tindakan yang serius dari instansi terkait. Baik bagi penderitanya, khususnya bagi yang belum terjangkiti penyakit ini. Agar dapat dilakukan upaya pencegahan yang maksimal. “Kami mempertanyakan tindakan apa saja yang telah dilakukan untuk mengantisipasi kejadian ini”, ujar Ali Hamdi, yang dibenarkan rekan-rekannya, seperti Sudarto, Salehuddin dan Bambang AS.
Penanganan DBD yang telah ditetapkan sebagai KLB, DPRD meminta dapat tertangani secara serius. “Kami mendengar masyarakat banyak yang telah terkena DBD”, kata Salehuddin.
Kepala Dinas Kesehatan Dr Abdurrahman, mengungkapkan pihaknya telah melakukan sejumlah langkah antisipasi. Seperti melakukan fogging atau pengasapan, sejak November 2006 lalu, menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB), koordinasi dengan Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika), serta pelatihan kader juru pemantau jentik (Jumantik) di kecamatan. “Yang terpenting adalah masyarakat mengenali lingkungannya sendiri, dengan menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan”, ujarnya.
 Fogging, cegah meningkatnya DBD (Foto: gu2n) | |
|
|
Pihaknya juga tidak henti-hentinya untuk mengkampanyekan gerakan 3 M (Menguras, membersihkan dan mengubur) barang-barang yang tidak berguna. Melalui tindakan ini, diharapkan kerjasama masyarakat dalam mengawasi lingkungannya masing-masing. (
pwt)