Warga Sebulu Tolak KHDTK
WARGA Sebulu menolak keberadaan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) hutan produksi Kaltim. Kawasan ini terletak di Kecamatan Sebulu, Kutai Kartanegara.
Masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Tani Gabungan Desa Sebulu (KTGDS) berpendapat lahan yang telah diplot untuk kepentingan hutan penelitian seluas 2.960 ha, tersebut selain tidak berfungsi namun juga lahan yang dipergunakan sebagian besar adalah milik warga setempat. “Kami heran, kenapa tiba-tiba kawasan hutan daerah kami kemudian dikuasai pemerintah,” ungkap Iskandar, koordinator KTGDS Sebulu. Padahal lokasinya sangat dekat dengan pemukiman masyarakat. Selain itu, kawasan hutan tersebut banyak terdapat lahan persawahan maupun kebun milik warga.
Berkaitan dengan hal tersebut, dengan difasilitasi DPRD Kukar, pertemuan dilakukan dengan menghadirkan beberapa pihak terkait. Dipimpin Ketua Komisi I Martin Apuy didampingi koleganya, Sutopo Gasip. Selain belasan perwakilan warga Sebulu, hadir pula sejumlah pejabat instansi teknis terkait di lingkup Pemkab Kukar. Selain itu hadir pula jajaran Balai Besar Penelitian Hidrokarpa Samarinda, seperti Kepala Balai Besar Penelitian Hidrokarpa Samarinda Ir Ida Bagus Putra Pertama, kemudian Kepala Balai Pemantapan Hutan Wilayah IV Kaltim Agus Salam, Ninawati selaku Kabid Pelayanan Balai Besar Penelitian Hidrokarpa dan Amladi yang selama ini bertugas mengelola KHDTK Sebulu, Kabag Umum Balai Besar Penelitian Hidrokarpa, Setia Budi. Kamis (5/4) lalu.
Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan (Menhut) Nomor 203/Menhut-II/2004 tentang penunjukan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) pada hutan produksi tetap di Kukar, Kaltim untuk hutan penelitian Sebulu. Waktu itu ditandatangani Menhut Muhammad Prakosa tertanggal 14 Juni 2004.
Namun warga mengaku keberadaan kawasan hutan berstatus KHDTK ini merugikan. Selama ini masyarakat banyak menggantungkan diri kepada hasil-hasil hutan dan pemanfaatan lahan di sana. Karena warga tidak lagi mengambil kayunya, tapi untuk lahan pertanian, perkebunan maupun penambangan golongan C. “Kami hanya memanfaatkan lahan tersebut untuk kebutuhan sehari-hari,” ungkap Iskandar. Lagi pula selama ini dari 2.960 hektare milik KHDTK, namun sejak 1999 hingga 2007 hanya sekitar 100 hentare yang dimanfaatkan oleh Balai Besar Penelitian Hidrokarpa Samarinda.
Balai Besar Penelitian Hidrokarpa Samarinda, Ida Bagus mengaku memiliki niat untuk menyelesaikan permasalahan ini. Diharapkan Sehingga tidak ada yang dirugikan, antara warga dengan kegiatan bisa saling mendukung. “Kami akan mencoba mengaji soal pola kemitraan yang diajukan masyarakat Sebulu,” ungkap Ida Bagus.
Dikatakan ada undang-undang tujuan khusus untuk sebuah KHDTK . Yakni untuk penelitian, pendidikan dan relegius. Menteri Kehutanan memang berwenang mengubah fungsi hutan. Balai besar saat ini tengah berencana mengelola hutan terkait dengan pola kemitraan. Sehingga memerlukan perencanaan yang matang. “Sehingga masalah ini terkesan berlarut-larut,” terang Ida Bagus.
Hal senada diusulkan Anggota DPRD. Menggunakan pola kemitraan merupakan tindakan tepat yang harus dilakukan. "Dibuat suatu program, yang dapat menguntungkan kedua belah pihak," ungkap Marten Apuy. (
pwt)